"Oh, ndak apa-apa. Minum kopi tawar sambil menatap lo juga, kopinya akan manis sendiri tuh."
"Mulai lagi. Coba sekali-kali bibirmu itu diplester."
"Boleh, tapi tolong dong, Bavik saja yang plester ya."
"Huh. Maunya."
Sebenarnya diam-diam Bavik suka juga dengan gaya lelaki ini. Di samping tampangnya memang keren, dia juga sangat supel dalam bergaul. Tetapi, dirinya sudah punya pacar.
Sebatas mengagumi sih boleh-boleh aja, ya kan. Asal jangan ditindaklanjuti, itu namanya selingkuh.
Sambil menunggu Pak Teguh pulang dari mengunjungi Pak Acece yang sakit, keduanya lalu tak lama kemudian terlibat pembicaraan yang semakin lama semakin asyik. Tidak ada lagi kebekuan antara keduanya.
Seperti seorang sahabat yang sudah lama kenal.
Satu jam kemudian, Pak Teguh datang. Dia langsung menyapa Ho Chi Minh dengan ramah. Sepertinya mereka sudah lama saling kenal. Kemudian Ho Chi Minh dibawanya masuk ke dalam ruangannya.
Ada dua jam mereka berdua berbicara di dalam, sehingga kemudian Ho Chi Minh pulang dan tak lupa menyapa dan permisi dengan Bavik. Dia menyalami Bavik dengan jari tangannya menggaruk telapak tangan Bavik, sehingga gadis itu cepat-cepat menarik tangannya, sambil melotot kepada Ho Chi Minh .
"Bavik, saya mau bicara sebentar," kata Pak Teguh setelah Ho Chi Minh pulang.