"Oh, sekali lagi maaf. Nama gue Ho Chi Minh. Gue ada perlu dengan Pak Teguh. Apakah, maaf, Anda pegawai baru di sini? Soalnya tiga bulan yang lalu gue ke sini, ehm... Anda tidak ada di sini."
"Nama gue Bavik. Bukan Anda."
"Oke, oke. Sorry, Bavik. Tapi omong-omong, namamu cantik ya, Bavik. Tetapi orangnya jauh lebih cantik kok dari namanya," rayu Ho Chi Minh .
Karena urusan rayu-merayu bukan hal baru baginya. Saking gantengnya, dia sudah punya pacar segudang, sehingga dia sudah lupa berapa jumlah pastinya. Karena wajahnya yang tampan, maka persoalan putus-nyambung itu biasa.
"Simpan saja pujianmu itu. Aku tidak punya uang kecil untuk upahmu," balas Bavik.
Sebagai wanita normal, mau tidak mau dia harus mengakui jika Ho Chi Minh ini sangatlah tampan, bahkan jauh lebih tampan dibandingkan Otong.
Kalau Otong tubuhnya kokoh dan padat dan sedikit lebih tinggi, mungkin karena terbiasa kerja keras di kampung. Sementara Ho Chi Minh ini berbadan tipis seperti peragawan, tipikal pemuda kota yang tidak pernah merasakan ganasnya alam di pedesaan dan wajahnya memang sangat tampan.
"Uang besar juga tidak apa-apa, kok. Gue mau menerimanya," sahut Ho Chi Minh lagi tidak menyerah.
"Lo ke sini sebenarnya mau merayu gue atau mau ketemu Pak Teguh, sih?" tanya Bavik mulai kesal.
"Ya, deh. Maaf. Oh ya, Bavik, pegawai baru kah di sini?"
"Aku bukan pegawai. Hanya bantu-bantu saja di sini."