Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Syair Abu Nawas: Dari Baghdad ke Nusantara, Doa yang tak Lekang Zaman

16 September 2025   16:10 Diperbarui: 16 September 2025   16:35 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi Generasi Z, nama Abu Nawas mungkin terdengar asing. Tetapi bagi generasi terdahulu, terutama mereka yang tumbuh di pesantren dan kampung-kampung muslim Nusantara, Abu Nawas bukan sekadar penyair klasik. Ia adalah suara hati manusia yang penuh dosa namun tak pernah berhenti berharap pada ampunan Allah.

Syair-syair Abu Nawas telah melintasi waktu lebih dari seribu tahun. Dari Baghdad pada masa keemasan Islam, sampai ke langgar-langgar kecil di kampung Nusantara, bait-baitnya masih dilantunkan dengan nada mendayu menjelang shalat Magrib atau Isya.

Siapa Abu Nawas?

Abu Nawas bernama lengkap Abu Ali al-Hasan bin Hani’ al-Hakami. Ia lahir sekitar tahun 747 M di Persia dan wafat di Baghdad pada 814 M. Ia hidup di masa Kekhalifahan Abbasiyah, era keemasan peradaban Islam ketika Baghdad menjadi pusat ilmu dan budaya dunia.

Sejak muda, ia dikenal sebagai penyair nyentrik. Syair-syairnya kerap mengangkat tema cinta, anggur, dan kehidupan duniawi. Namun ia juga berani menyindir penguasa dengan gaya humor yang cerdas. Menariknya, di penghujung hidup, syair Abu Nawas berubah drastis: dari penuh dunia, menjadi penuh doa dan penyesalan.

Syair Taubat yang Terkenal

Salah satu syairnya yang paling populer hingga kini berbunyi:

إِلٰهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلًا
وَلَا أَقْوَى عَلَى النَّارِ الْجَحِيمِ

Ya Allah, aku bukanlah orang yang pantas masuk surga,
dan aku pun tak kuasa menahan pedihnya api neraka.”


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun