M Sanantara
Galaksi Rindu: Simfoni Tuhan dan Aku
Jangan biarkan api meringkus
Bukan, bukan, kegelapan mengajarkan
DiriMu sendiri, datang padaku
Jangan biarkan Hades merampas
Bukan, bukan, manusia mengajarkan
DiriMu sendiri, datang padaku
menangis, memeluk rangka ruh yang bergetar,
tersenyum tak berkesudahan:
"Anakku, mari naik ke taman cahaya?"
"Bernyanyi, menarilah, lengkapi kesunyian."
Di jembatan merah,
aku membakar diri berpeluh ribuan tandus,
darah dan air mata berpilin dalam nyala,
Tungkaiku menantang pusat gravitasi dunia,
detak jantungku memukul sunyi semesta
Tuhan, bumi menolak, ia tak memasrahkan
karena satu selamanya satu
Keberadaan---dualitas-Mu tak memasrahkan,
proton dan elektron menari tak kasatmata,
supernova dan lubang hitam berbisik abadi,
air mataku mengalir di antara galaksi,
meski kuberjuang hingga melepuhlah hati.
Rindu... seperti hujan di padang tandus,
cahaya rembulan merambat pelan di peluk ombak sunyi,
getar suara hening membelah dada,
Rindu... bagai bintang memanggil fajar,
ratapku menyatu dengan angin malam,
Rindu... sehalus bisik angin di pelupuk waktu,
airmata memantul di kelopak mawar kosmik
(Mu)
Namun, aku harus memeluk hitam dan putih,
menari di antara bayang dan cahaya,
Itulah ingin-Mu padaku
Bahtera surgawi di kabut keabadian,
malaikat bercahaya, dewa bertatap abadi,
iblis menari di bayang api,
detakan jantung semesta mengiringi,
menari dan memainkan lagu terindah
Kau tinggalkan Singgasana,
menyaksikan dunia di mana ada aku,
airmata dan senyuman mengalir bersamaan,
Takkan lupa, keagungan-Mu---
laksana nebula yang membentang abadi,
simfoni cahaya-Mu mengalun di keheningan jagat raya,
menggaungkan harmoni tak terdengar di cakrawala waktu.
(2025)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI