Mohon tunggu...
Mutia Ramadhani
Mutia Ramadhani Mohon Tunggu... Mutia Ramadhani

Certified author, eks-jurnalis ekonomi dan lingkungan, kini berperan sebagai full-time mom sekaligus novelis, blogger, dan content writer. Founder Rimbawan Menulis (Rimbalis) yang aktif mengeksplorasi dunia literasi dan isu lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah 11 Varian Rendang, Wujud Cinta dari Dapur Minang!

8 Juli 2025   21:33 Diperbarui: 14 Agustus 2025   11:27 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka jenis rendang (Foto: Freepik)

Jika ada satu masakan yang bisa merangkum sejarah, budaya, kebanggaan, dan identitas Minangkabau, Sumatra Barat, jawabannya pasti randang, atau yang lebih dikenal dunia dengan nama rendang.

Hari ini, rendang tak hanya hadir di meja makan, tapi juga di diplomasi, budaya pop, dan bahkan klaim antarnegara. Jauh sebelum rendang dielu-elukan CNN sebagai makanan terenak di dunia, sebelum ia tampil eksotis di restoran bintang lima, rendang adalah sebuah kisah, tentang daya tahan, tentang perantauan.

Secara historis, rendang nyaris tidak ditemukan dalam literatur klasik abad ke-18 dan ke-19. Buku etnografi seperti "Minangkabau" karya Joustra (1923) atau catatan ekspedisi Veth (1882) tak mencatat makanan bernama "rendang." Akan tetapi, kata "toepijs" alias lauk-pauk seperti gulai sudah disebut sejak dulu, dan gulai inilah cikal bakal rendang.

Sejarawan Gusti Asnan dalam Semiloka Randang 2021 mengungkap, proses memasak daging dengan bumbu hingga kering untuk keperluan pengawetan, terutama saat bepergian jauh, secara bertahap melahirkan bentuk kuliner yang kita kenal sebagai rendang.

Kata "randang" pertama kali ditemukan dalam Kamus Toorn (1891), tapi para ahli sepakat bahwa praktik memasak rendang sudah berlangsung sejak ratusan tahun sebelumnya. Sejarawan seperti Marsden mencatat bahwa orang Minang sejak abad ke-18 adalah pemakan daging terbanyak di Hindia Belanda.

Kemakmuran Minang pada akhir abad ke-18 dan 19, era emasnya lada, naik haji yang marak, dan mobilitas perantauan yang tinggi,, membuat konsumsi daging meningkat. Rendang lahir dari kebutuhan akan lauk yang tahan lama, penuh gizi, dan bisa menemani perjalanan jauh. Secara kultural, ia juga simbol cinta dan perhatian dalam rumah tangga Minang.

Aneka jenis rendang di Sumatra Barat

Sekarang, mari kita bawa kisah ini pulang ke asalnya, dapur orang Minang. Dan kita gali 11 jenis rendang dari berbagai penjuru Sumatra Barat, yang mewakili keberagaman rasa dan sejarah yang mungkin belum kamu tahu.

Rendang bukan hanya satu jenis ya. Ada belasan varian rendang yang lahir dari berbagai nagari di Sumatra Barat. Masing-masing membawa cerita, rasa, dan sejarah yang unik.

Sebagian besar dari kita mungkin hanya mengenal rendang daging sapi. Tapi sesungguhnya, rendang adalah spektrum rasa yang luas, mulai dari belut hingga kerang air tawar, dari daun pakis hingga paru sapi. 

Lebih dari sekadar makanan, rendang adalah hasil dari strategi bertahan hidup, terutama bagi para perantau Minang. Di masa lalu, membawa bekal tahan lama selama perjalanan jauh adalah keharusan. Berikut adalah aneka jenis rendang dari Sumatra Barat.

1. Rendang daging

Inilah varian rendang yang mendunia. Rendang daging sapi, berasal dari Padang dan sekitarnya, dimasak perlahan hingga 8 jam, hingga kuahnya menghitam dan bumbunya meresap sempurna. 

Daging sapi yang keras pun jadi empuk, dan rasanya kompleks, mulai dari gurih, pedas, dan manis yang samar. Tak ada pengawet buatan, tapi bisa tahan berminggu-minggu. Bumbunya lengkap, seperti lengkuas, serai, bawang, jahe, santan, bagaikan simfoni rempah tropis.

2. Rendang ayam

Di banyak nagari seperti Solok dan Bukittinggi, rendang ayam menjadi alternatif yang lebih sederhana. Ayam kampung dimasak dengan bumbu serupa, tapi waktu masaknya lebih singkat.

Hasilnya lebih berkuah dan ringan, cocok untuk disantap dengan ketupat atau nasi panas. Bagi sebagian keluarga, rendang ayam jadi andalan saat lebaran atau syukuran kecil-kecilan.

3. Rendang lokan

Wilayah Pariaman dan Pasaman Barat punya versi laut dari rendang bernama rendang lokan, berbahan kerang air tawar yang besar. Lokan ini kenyal, gurih, dan menyerap bumbu dengan baik. 

Biasanya rendang lokan disajikan dalam upacara adat pesisir, menjadi simbol penyatuan hasil bumi dan laut.

4. Rendang itik

Di Koto Gadang, Agam, rendang itik atau bebek dimasak dengan lado hitam, cabai hitam khas Minang. Teksturnya padat, aromanya tajam, warnanya gelap dan sedikit berminyak. 

Biasanya disajikan saat upacara adat, baralek, atau dikirim kepada perantau sebagai penawar rindu kampung halaman. Orang setempat menyebutnya rendang itiak lado hitam.

5. Rendang telur

Ada dua versi, telur rebus yang dimasak seperti rendang, atau versi populer, telur dadar tipis yang digoreng kering, lalu dibumbui seperti rendang. 

Versi ini praktis dan awet, cocok untuk bekal perjalanan atau parcel lebaran. Dari Bukittinggi hingga Payakumbuh, rendang telur jadi solusi pintar untuk lauk harian.

6. Rendang pakis

Di daerah Agam dan Tanah Datar, daun pakis muda dijadikan rendang. Rasanya agak pahit, tapi justru itu daya tariknya. 

Dimasak dengan santan dan rempah, rendang pakis sering jadi teman nasi kuning atau lontong. Ini adalah contoh bagaimana orang Minang mendayagunakan alam sekitar menjadi santapan luar biasa.

7. Rendang kentang dan hati sapi

Dari Bukittinggi, lahirlah rendang berbahan kentang kecil dan hati sapi. Kentang digoreng dulu, lalu dimasak bersama hati sapi yang sudah direbus. 

Teksturnya kontras, yaitu kentang lembut, hati sedikit liat. Ini adalah lauk wajib dalam acara pernikahan dan alek nagari, sebagai pelengkap rendang daging.

8. Rendang jengkol

Rendang ini berasal dari Bukittinggi, menggunakan jariang (jengkol). Prosesnya panjang. Mula-mula, jariang direndam, digoreng, direndam lagi, lalu dipipihkan dan dimasak dengan bumbu rendang.

Hasilnya empuk dan tidak bau, bahkan menjadi favorit bagi perantau yang rindu kampung. Rendang jariang menunjukkan bahwa bahan sederhana bisa jadi istimewa, asal diolah dengan sabar dan cinta.

9. Rendang belut

Di Batusangkar, belut (baluik) dibakar dulu di atas arang kelapa, lalu dibumbui jeruk nipis, garam, dan bawang putih, baru digoreng dan dimasak dengan bumbu rendang. 

Rendang baluik ini unik karena ada aroma bakaran yang khas, gurih dan pedas. Biasanya disajikan dalam pesta panen atau acara adat keluarga tani.

10. Rendang paru

Disebut juga rendang rabu karena biasanya dimasak pada hari rabu oleh masyarakat Payakumbuh. Terbuat dari paru sapi, rendang ini punya dua versi, basah berminyak dan kering tahan lama.

Rasanya tajam dan teksturnya khas. Dulu dijadikan lauk tengah minggu, kini menjadi oleh-oleh khas yang unik dari Luak Limopuluah.

11. Rendang ikan

Dari Pesisir Selatan, lahirlah rendang dari ikan tongkol atau tuna. Rasanya lebih pedas, teksturnya ringan, dan cocok disantap dengan sambal lado mudo.

Rendang ikan ini biasa dibawa oleh nelayan dalam pelayaran, karena lebih ringan daripada rendang daging tapi tetap awet.

Rendang sebagai identitas

Rendang bukan hanya makanan, tapi bagian dari nilai dan jati diri orang Minang. Di balik proses memasaknya yang panjang, ada filosofi tentang kesabaran, ketekunan, dan penghormatan terhadap tamu. 

Kini, randang bukan hanya milik orang Sumatra Barat. Ia sudah jadi milik Indonesia, bahkan dunia. Tapi seperti kata Prof. Gusti Asnan, kita tak boleh kehilangan konteks sejarah dan kulturalnya. Rendang harus tetap dikenal sebagai hasil dari kecanggihan lokal, bukan sekadar produk ekspor.

Dan itulah yang menjadikan redang bukan hanya makanan terenak di dunia, tapi juga salah satu warisan budaya kuliner paling kaya yang kita miliki.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun