Kita hidup di zaman yang ajaib. Di satu sisi, kita membahas kecerdasan buatan (Ai), quantum computing, dan green energy. Di sisi lain, Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, baru-baru ini mengusulkan sesuatu yang membuat netizen sejenak mengernyitkan dahi, bahkan sebagian tertawa, yaitu hilirisasi kemenyan.
Ini bukan settingan sinetron mistis atau uka uka jam 2 pagi ya. Ini beneran terjadi. Pernyataan itu disampaikan Wapres saat memberi sambutan di acara P4N Angkatan 68 Lemhannas, di Istana Wakil Presiden.
Dan seperti yang sudah bisa ditebak, potongan videonya langsung viral. YouTube Kompas TV pun mengabadikan momen ini dengan judul yang cukup provokatif: "Ungkapan Gibran Gagas Hilirisasi Kemenyan Sempat Ditertawakan, Ini Alasannya."
Kemenyan, dari Hutan ke High Fashion
Masyarakat mungkin spontan membayangkan, apakah nanti bakal ada smelter kemenyan berdiri di pinggir hutan? Atau mungkin startup dengan tagline: "From Dukun to Dior"? Hehehe.
Namun, sebelum kita ikut-ikutan tertawa, mari kita luruskan. Sebetulnya, ada benarnya juga kok hilirisasi kemenyan itu.
Kemenyan punya nilai budaya yang tinggi sejak dahulu kala. Zaman Mesir kuno, kemenyan digunakan untuk upacara spiritual, pengobatan, dan wewangian. Dalam sejarah perdagangan dunia, kemenyan bahkan setara emas di jalur rempah.
Bangsa Arab, Romawi, dan Cina kuno berebut akses terhadap frankincense dari Semenanjung Arabia dan India. Sampai sekarang pun, Oman dan Somalia hidup dari ekspor kemenyan berkualitas tinggi.
Selama ini, kemenyan di benak banyak orang Indonesia ya memang identik dengan dupa, sesajen, dan ritual pengusir roh jahat. Kemenyan di warung terdekat lebih sering dibeli untuk kepentingan "dunia lain," bukan dunia fashion.
Dalam skala global sendiri, kemenyan memang benar digunakan sebagai salah satu bahan baku utama parfum mewah. Di industri fragrance, kemenyan dikenal sebagai frankincense atau olibanum.Â