Satu tahun sudah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berjalan. Bukan waktu yang panjang, tapi cukup untuk membaca arah angin kebijakan: apakah janji-janji besar mulai menunjukkan hasil, atau justru masih terjebak di tataran wacana?
Di tengah berbagai sorotan politik dan sosial, isu fiskal menjadi satu di antara barometer utama keberhasilan pemerintahan baru ini. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dikenal berhati-hati namun tegas, memberikan potret menarik tentang bagaimana negara ini menjaga “dompetnya” tetap sehat di tengah gelombang besar belanja publik dan tekanan ekonomi global.
Berbicara kepada awak media di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Purbaya menyebut dua hal pokok: defisit APBN tetap dijaga di bawah 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dan rasio utang masih aman di bawah 40 persen. Di tengah derasnya tekanan untuk membiayai program prioritas dan insentif ekonomi, langkah ini patut diapresiasi. Ia menyebutnya sebagai bentuk fiskal yang prudent — kehati-hatian yang bukan berarti pasif, melainkan terkendali dan terukur.
Mengurai Angka: Ketika Fiskal Jadi Cermin Kinerja
Angka-angka sering kali dianggap dingin. Tapi di tangan seorang menteri keuangan, angka bisa bicara tentang arah, keberanian, bahkan karakter.
Selama setahun ini, APBN menjadi panggung yang menggambarkan dilema klasik: antara menekan defisit atau mempercepat pertumbuhan. Di sisi lain, kebijakan menjaga defisit di bawah 3 persen membuat Indonesia tetap masuk kategori negara dengan pengelolaan fiskal sehat di Asia Tenggara.
Namun Purbaya tak menutup mata terhadap kekurangan. Ia menyoroti penumpukan uang negara di Bank Indonesia (BI) yang justru membuat perputaran ekonomi melambat. “Kelemahannya mungkin ya tadi, ada penumpukan uang terlalu banyak di bank sentral sehingga memperlambat ekonomi,” ujarnya.
Alih-alih membiarkan dana itu menganggur, Purbaya memilih langkah berani: menebar Rp 200 triliun ke bank-bank BUMN untuk memperkuat likuiditas perbankan.
Rinciannya cukup jelas — Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing mendapat Rp 55 triliun, BTN Rp 25 triliun, dan BSI Rp 10 triliun.
Langkah ini bukan sekadar injeksi dana, tapi sinyal bahwa pemerintah ingin roda ekonomi berputar lebih cepat dan uang rakyat kembali bekerja untuk rakyat.
Target Ekonomi: Janji 8 Persen yang Realistis Tapi Menantang
Publik tentu masih ingat janji kampanye Prabowo: pertumbuhan ekonomi 8 persen. Ambisius? Ya. Mustahil? Tidak. Tapi Purbaya menegaskan bahwa target sebesar itu tak bisa diraih hanya dalam satu tahun.