“Enggak mungkin tahun depan, enggak mungkin dalam waktu setahun. Tapi kita akan bergerak makin cepat,” katanya dengan nada realistis.
Ia optimistis bahwa ekonomi nasional akan tumbuh di atas 5,5 persen pada kuartal IV 2025, lalu mendekati 6 persen pada tahun berikutnya. Bahkan, jika situasi global kondusif dan reformasi struktural berjalan, dua tahun ke depan pertumbuhan bisa berada di kisaran 6–6,5 persen, dan menjelang akhir masa pemerintahan barulah ekonomi Indonesia bisa “kebut” menuju 8 persen.
Optimisme ini beralasan. Fondasi ekonomi nasional masih kuat — konsumsi domestik tinggi, investasi mulai bergairah, dan proyek hilirisasi sumber daya alam mulai menampakkan hasil. Tantangannya kini bukan hanya menjaga angka, tapi memastikan pertumbuhan itu inklusif dan dirasakan hingga ke desa-desa.
Menjaga Disiplin di Tengah Gelombang Belanja Publik
Satu tahun pemerintahan baru juga diwarnai oleh dorongan kuat untuk memperluas program pro rakyat. Mulai dari subsidi energi, bantuan sosial, hingga insentif pajak untuk sektor strategis. Namun, di tengah derasnya kebutuhan tersebut, Purbaya tetap menjaga disiplin fiskal agar defisit tak melebar dan utang tetap terkendali.
Ia menegaskan bahwa setiap stimulus baru sudah diantisipasi dalam ruang anggaran. Artinya, tidak ada “belanja mendadak” yang membuat defisit membengkak. Ini langkah penting, karena banyak negara tumbang bukan karena kurang pendapatan, tapi karena belanja yang tak terkendali.
Kebijakan Purbaya memperlihatkan keseimbangan antara keberanian dan kehati-hatian — dua sifat yang jarang bisa berjalan bersama dalam politik fiskal. Ia memilih berjalan di tengah: tak ingin terlalu konservatif hingga ekonomi stagnan, tapi juga tak mau terlalu ekspansif hingga utang membengkak.
Refleksi: Dari Ruang Angka ke Ruang Harapan
Bagi publik, istilah seperti “defisit”, “rasio utang”, atau “likuiditas perbankan” mungkin terdengar kaku. Tapi di balik istilah itu ada realitas nyata: apakah harga kebutuhan pokok stabil, apakah lapangan kerja bertambah, dan apakah daya beli membaik.
Satu tahun Prabowo–Gibran belum bisa menjawab semuanya. Tapi dari kacamata fiskal, arah kebijakan tampak menuju stabilitas. Pemerintah berupaya agar APBN tidak hanya jadi alat membayar tagihan, tapi juga motor penggerak ekonomi rakyat.
Langkah korektif menyalurkan dana mengendap, menjaga defisit, dan menekan rasio utang adalah fondasi yang bisa jadi titik tolak untuk melaju lebih cepat di tahun-tahun berikutnya.