Mohon tunggu...
Muhammad Adhien
Muhammad Adhien Mohon Tunggu... Amann

Anak desa yang dituntut untuk mengirim pesan rakyat lapisan bawah kepada yang berkuasa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Abstraksi Nalar Komputasional Tan Malaka

2 Juni 2025   04:23 Diperbarui: 2 Juni 2025   04:22 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 

3.1 Massa Sebagai Subjek Sejarah

 

Dalam pemikiran Tan Malaka, massa bukan sekadar objek penderita dalam sejarah, melainkan kekuatan aktif yang menentukan arah perubahan sosial. Dalam Aksi Massa (1926), ia menegaskan bahwa "hanya aksi massa yang dapat mengubah keadaan secara radikal," menolak gagasan bahwa perubahan bisa datang dari elite politik atau kompromi dengan kekuatan kolonial.[14]

 Aksi massa bukanlah kerumunan tanpa arah, tetapi ekspresi kolektif dari kesadaran revolusioner yang terorganisir. Tan Malaka mengkritik tendensi partai-partai politik di Hindia Belanda yang hanya mementingkan representasi dalam Dewan Rakyat tanpa membangun kekuatan sejati di basis rakyat.[15]

 

3.2 Teori Aksi dalam Konteks Kolonialisme

 

Tan Malaka memformulasikan teori aksi massa berdasarkan realitas konkret masyarakat kolonial. Baginya, tidak cukup hanya membaca teori dari Eropa dan menerapkannya secara tekstual. Aksi massa harus disesuaikan dengan struktur sosial yang unik: adanya kelas buruh yang masih bercampur dengan petani, serta kekuasaan kolonial yang mengakar dalam sistem feodal lokal[16].

 Dalam konteks ini, ia mengembangkan pendekatan taktis yang menggabungkan agitasi, pendidikan politik, dan perlawanan terbuka. Aksi bukan hanya demonstrasi, tapi juga pendidikan melalui pengalaman kolektif. Rakyat belajar tidak hanya dari buku, tetapi dari keterlibatan langsung dalam perjuangan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun