Â
Tan Malaka tidak pernah memperlakukan sosialisme sebagai dogma. Ia menulis bahwa "sosialisme bukan kitab suci, tetapi pisau analisis." Maka, sosialisme yang hidup adalah sosialisme yang berubah sesuai dengan kondisi, bukan teori beku yang dijadikan alat pembenaran[28].
Di sinilah peran Madilog kembali sentral. Logika materialistik menjadi alat untuk menganalisis apakah kebijakan, strategi, atau program benar-benar berpihak pada rakyat atau hanya nama belaka. Bagi Tan Malaka, sosialisme sejati hanya mungkin bila lahir dari kesadaran, pengalaman, dan logika rakyat sendiri.
Â
Penutup: Warisan Logika Revolusi dan Jalan ke Depan
Â
Perjalanan intelektual dan praksis Tan Malaka menyusun suatu bangunan pemikiran revolusioner yang menyatu antara materialisme historis, logika dialektis, dan semangat emansipasi rakyat. Ia tidak hanya memotret ketertindasan, tetapi juga menawarkan jalan keluarnya. Sosialisme, bagi Tan Malaka, bukanlah sekadar ideologi yang dipelajari di ruang kuliah atau disalin dari buku-buku Eropa, melainkan sebuah metode berpikir, bertindak, dan membebaskan.
Seluruh karya Tan Malaka mulai dari Madilog, Aksi Massa, hingga Gerpolek memuat benang merah yang kokoh: bahwa rakyat adalah subjek sejarah, bukan objek yang pasif. Dengan pendidikan, organisasi, dan logika yang tajam, rakyat bisa menghancurkan struktur kolonial dan membangun tatanan sosial yang baru dan adil.
Â
1. Revolusi Sebagai Kebutuhan Historis
Â