Mohon tunggu...
Muhammad Adhien
Muhammad Adhien Mohon Tunggu... Amann

Anak desa yang dituntut untuk mengirim pesan rakyat lapisan bawah kepada yang berkuasa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Abstraksi Nalar Komputasional Tan Malaka

2 Juni 2025   04:23 Diperbarui: 2 Juni 2025   04:22 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

 

Tan Malaka tidak pernah memperlakukan sosialisme sebagai dogma. Ia menulis bahwa "sosialisme bukan kitab suci, tetapi pisau analisis." Maka, sosialisme yang hidup adalah sosialisme yang berubah sesuai dengan kondisi, bukan teori beku yang dijadikan alat pembenaran[28].

Di sinilah peran Madilog kembali sentral. Logika materialistik menjadi alat untuk menganalisis apakah kebijakan, strategi, atau program benar-benar berpihak pada rakyat atau hanya nama belaka. Bagi Tan Malaka, sosialisme sejati hanya mungkin bila lahir dari kesadaran, pengalaman, dan logika rakyat sendiri.

 

Penutup: Warisan Logika Revolusi dan Jalan ke Depan

 

Perjalanan intelektual dan praksis Tan Malaka menyusun suatu bangunan pemikiran revolusioner yang menyatu antara materialisme historis, logika dialektis, dan semangat emansipasi rakyat. Ia tidak hanya memotret ketertindasan, tetapi juga menawarkan jalan keluarnya. Sosialisme, bagi Tan Malaka, bukanlah sekadar ideologi yang dipelajari di ruang kuliah atau disalin dari buku-buku Eropa, melainkan sebuah metode berpikir, bertindak, dan membebaskan.

Seluruh karya Tan Malaka mulai dari Madilog, Aksi Massa, hingga Gerpolek memuat benang merah yang kokoh: bahwa rakyat adalah subjek sejarah, bukan objek yang pasif. Dengan pendidikan, organisasi, dan logika yang tajam, rakyat bisa menghancurkan struktur kolonial dan membangun tatanan sosial yang baru dan adil.

 

1. Revolusi Sebagai Kebutuhan Historis

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun