Tan Malaka memandang revolusi sebagai konsekuensi logis dari kontradiksi dalam masyarakat. Ia bukan semata-mata kehendak individu, melainkan hasil dari benturan kelas, eksploitasi ekonomi, dan alienasi sosial. Revolusi adalah jalan panjang menuju kemerdekaan sejati bukan hanya dari penjajah asing, tetapi juga dari dominasi kapital dan elite dalam negeri.
Revolusi sejati baginya adalah revolusi total: tidak hanya mengganti penguasa, tapi juga membongkar struktur sosial, mengubah cara berpikir, dan membentuk budaya baru berbasis kesadaran ilmiah dan solidaritas sosial.
Â
2. Pendidikan Logika sebagai Jalan Pembebasan
Â
Dalam Madilog, Tan Malaka menekankan bahwa pembebasan fisik tanpa pembebasan cara berpikir akan melahirkan perbudakan baru dalam bentuk lain. Oleh sebab itu, pendidikan rakyat harus bersandar pada logika ilmiah, bukan mistik atau dogma. Dengan logika, rakyat dapat memahami sebab-akibat, membedakan propaganda dari kebenaran, dan mengambil keputusan politik secara rasional.
 Gagasan ini masih sangat relevan hari ini, ketika hoaks, fanatisme, dan populisme mengancam kesadaran kritis rakyat. Warisan Madilog adalah ajakan abadi untuk berpikir jernih dalam dunia yang keruh.
Â
3. Muslihat Politik dan Etika Revolusi
Â
Tan Malaka sadar bahwa perjuangan melawan penindasan tidak selalu bisa dilakukan secara terbuka. Oleh karena itu, ia memperkenalkan konsep muslihat politik: taktik cerdas untuk menyiasati kekuatan yang lebih besar. Namun, muslihat tidak boleh menjadi pengkhianatan terhadap rakyat. Etika revolusi menuntut bahwa segala bentuk strategi harus kembali pada satu prinsip: pembebasan rakyat.