Mereka terdiam. Dan aku kembali ke kamar. Tak menunggu jawaban.
Malam semakin larut. Aku memejamkan mata, berpura-pura tidur.
Pintu kamarku terbuka pelan. Langkah kaki masuk mendekat. Ibu.
Ia duduk di pinggir ranjang. Tangannya menyentuh rambutku. Lembut. Hangat.
Lalu ia berbisik, nyaris tak terdengar:
"Maaf, Nak... Ibu belum selesai dengan luka Ibu sendiri. Tapi kamu... kamu satu-satunya alasan Ibu masih bertahan."
Ia mencium keningku perlahan. Lama. Lalu pergi.
Air mataku jatuh, pelan. Tapi malam ini, rasanya berbeda.
Aku menulis di jurnal kecilku:
"Hari ini masih sepi. Masih dingin. Tapi satu kalimat itu hangat. Mungkin, untuk pertama kalinya, hari ulang tahunku benar-benar menjadi milikku."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI