Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Langit Seputih Mutiara] Toleransi Minoritas, Mencintai Hidup Terbatas

10 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 10 Januari 2019   07:52 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Durasi kerjanya sembilan jam. Mulai jam delapan pagi hingga jam lima sore. Namun, Gabriel sudah tiba di rumah mewah tepi pantai sejak pukul enam pagi.

Diam-diam ia memasakkan bekal makan siang untuk Syifa. Pagi ini, ia membuatkan chicken teriyaki untuk gadis itu. Gabriel memasukkan lunchbox berisi masakannya ke dalam tas Syifa. Ia hafal koleksi tas yang dipakai Syifa tiap hari. Tak mungkin keliru.

Selesai memasak, Gabriel bergegas ke halaman. Ia memotong rumput tanpa diminta. Menggunting mawar, menebar pupuk pada tanaman-tanaman hias lainnya. Saat menyiram bunga lily putih, ia terkejut mendapati sejumlah kutu putih di atas kelopak bunga. Ternyata bunga lily kesayangan Arlita sakit. Tergesa ia kembali ke dapur. Mengambil air bekas cucian piring, lalu menyemprotkannya pada kutu-kutu putih pembawa penyakit itu. Sambil melakukannya, Gabriel berdoa agar bunga lily terbebas dari penyakit tanaman dan tumbuh subur.

Kesibukannya merawat tanaman terusik oleh dentaman bola basket. Gabriel berpaling. Di halaman belakang, dilihatnya Deddy tengah bermain basket sendirian. Tubuh boleh tergerus usia, tetapi bakatnya tetap mengagumkan. Teknik shoot, pivot, dan lay upnya bagus sekali. Deddy membuat tembakan-tembakan indah ke dalam ring.

"Mau main basket denganku, Gabriel?"

Gabriel tersentak kaget mendengar tawaran Deddy. Dengan ragu, ia menerima bola basket lalu mulai mendribelnya. Sudah lama sekali ia tak bermain basket. Sejak rentetan peristiwa mengubah hidupnya. Deddy bertepuk tangan dan memuji saat bolanya menyentuh area three point.

"Aku minta maaf karena kasar padamu tempo hari." kata Deddy tetiba.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Tuan." balas Gabriel.

"Kamu tahu? Dulunya aku guru Sekolah Minggu. Setelah puja bakti, aku mengajar anak-anak mengenal Tuhannya." Deddy mulai bercerita. Gabriel sabar mendengarkan.

"Assegaf mengenalkanku pada Islam. Hatiku tergerak. Aku berpindah keyakinan. Sikap teman-temanku berubah. Mereka menjauhiku, tidak menghargai pilihanku, dan memberiku sanksi sosial. Aku tak habis pikir dengan mereka. Mereka selalu berteriak-teriak menuntut toleransi pada mayoritas, tapi mereka sendiri tidak bisa toleran."

Tak ada jawaban. Gabriel hanya jadi pendengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun