Terindah, terindah (Calvin Jeremy-Terindah).
** Â Â
Detik demi detik terakhir sungguh-sungguh dinikmati Nyonya Calisa. Pagi ini, ia duduk di samping Tuan Calvin. Sementara pria itu berkonsentrasi mengemudikan mobil. Nyonya Calisa leluasa memandangi wajah Tuan Calvin lama-lama. Mematri seraut wajah rupawan itu di dalam hati. Memenuhi jumlah kerinduannya hingga ia kembali dari tanah suci nanti. Menikmati ketampanan Tuan Calvin dari dekat. Menyadari betapa beruntung dirinya.
"Hei...kenapa, Calisa? Ada yang salah dengan penampilanku?" tanya Tuan Calvin, sadar jika dirinya diperhatikan sejak tadi.
Nyonya Calisa tersenyum kecil. "Tidak, Calvin. Penampilanmu sempurna seperti biasa."
"Lalu?"
"Aku hanya berpikir...kamu terlalu nekat."
"Nekat? Kenapa?"
"Kamu menyetir mobil beberapa hari setelah keluar dari rumah sakit. Sebuah kenekatan, tapi itu menunjukkan kalau kamu kuat."
Sebuah pujian diselipkan Nyonya Calisa. Tuan Calvin melirik istrinya sekilas sebelum mengembalikan ke arah ruas jalan yang tengah dilewatinya.
"Aku merasa sehat, Calisa. Lagi pula, kamu akan pergi dalam waktu lama. Mana mungkin aku membiarkanmu ke bandara sendirian? Tentu saja tidak, Sayang." Tuan Calvin menjelaskan dengan lembut.