Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Taman Ismail Marzuki: Reformasi Baru Saja Dimulai

20 November 2015   09:01 Diperbarui: 20 November 2015   11:23 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seyogyanya kita mengerti dan sekaligus menyetujui bahwa kehidupan berkesenian itu harus menjadi bagian dari tekad pengembangan maupun pembangunan setiap pemimpin masyarakat. Jika tak demikian maka berkesenian dan melakukan kegiatan-kegiatan budaya hanya sekedar melengkapi kewajiban tanpa memperoleh makna dan faedah.

Berkesenian itu bukan pesta, bukan perayaan, dan juga bukan hiburan. Gagasan dan rancangan kerjanya harus dipisahkan. Walaupun karena satu dan lain hal berkesenian mungkin saja pernah - maupun akan - bersinggungan dengan semua itu.

Lalu pertanyaan berikutnya adalah, bersediakah kita mengakui keniscayaannya tanpa terjerat hitungan untung dan rugi? Sebab yang bertanggung jawab - meskipun ia bukan seniman dan tak sediikitpun mempunyai selera seni - harus bersedia mendengarkan, mempertimbangkan, mengarahkan, dan memudahkan program-program kesenian itu dikembangkan. Artinya, bukan hanya anggaran operasional dan pemeliharaan gedung yang harus disediakan, tapi juga biaya-biaya yang menghidupkan kesenian itu sendiri sehingga para seniman dapat berkarya dan terus mengembangkan gagasan-gagasannya.

Dewan Kesenian Jakarta memang harus dan perlu. Sejak awal ia dirancang untuk memberi masukan dan pertimbangan kepada Gubernur tentang seni dan kesenian di seluruh jagad Jakarta. Dan percayalah, jika posisi ideal mereka sungguh-sungguh difungsikan, sesungguhnya Jakarta bukan hanya menjadi kota kesenian terdepan, tapi juga ibukota republik yang paling manusiawi dan egaliter.

Tapi mungkin sekarang sudah tiba saatnya meninjau ulang kedudukan Dewan Kesenian itu. Jika dewan itu memang diharapkan mewakili kepentingan seluruh masyarakat (seni) di Jakarta, bukankah hal itu berarti ia merupakan perpanjangan tangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diberi mandat khusus di bidang kesenian? Layaknya berbagai komisi khusus yang dibentuk paska reformasi 1998: Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Kepolisian, dan seterusnya.

Ia mitra kerja kepala daerah. Lembaga yang memberi masukan dan arahan tentang berkesenian di Jakarta. Mendaya-gunakan seluruh asset-asset yang telah tersedia. Menggagas fasilitas lain yang diperlukan. Melayani dan mengembangkan minat seluruh masyarakat tentang kesenian dan kebudayaan.

Hal yang perlu tak cukup hanya sampai pada peninjauan ulang kedudukan Dewan Kesenian Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta perlu dan harus mempertimbangkan hadirnya lembaga pelayanan publik - mungkin Unit Pelaksana Teknis lainnya - yang khusus mengelola dan mengembangkan program- program kesenian dan kebudayaan di ibukota sehingga bisa mengorkestrasi pendaya-gunaan semua sumber daya yang ada : pemikirannya, manusianya, dan fasilitasnya. Jika demikian maka visi dan misi Dewan Kesenian Jakarta untuk menjadikan Jakarta sebagai kota seni terdepan bukan hanya sekedar isapan jempol yang muluk-muluk (Visi & Misi Dewan Kesenian Jakarta).

Masih banyak lagi yang perlu dilakukan. Bukan hanya oleh Jakarta tapi juga di seluruh kantong pemukiman yang tersebar di Indonesia Raya. Diantaranya adalah tentang kebijakan yang memungkinkan sumber pendanaan berkembang dinamis. Hal yang mewujudkan kemitraan pemerintah dan swasta sungguh-sungguh berlangsung. Charitable Tax Deduction policy, adalah salah satu unsurnya.

Dan masih banyak lagi.

Gejolak peralihan Taman Ismail Marzuki menjadi salah satu Unit Pelaksana Teknis Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta kiranya menjadi titik awal sebuah proses reformasi menyeluruh terhadap dunia kesenian di republik kita ini. Duduklah bersama dan bicarakanlah!

- Jilal Mardhani - 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun