Lirik lagu "Setelah berpuasa satu bulan lamanya, dan seterusnya sampai bait "Rakyatnya makmur terjamin" begitu familiar di telinga kita. Namun, lirik selanjutnya dari lagu (Selamat) Hari Lebaran karya Ismail Marzuki banyak yang merasa asing bahkan tidak pernah mendengarnya sama sekali.
Padahal pada lirik selanjutnya lagu lebaran, Ismail Marzuki banyak bercerita tentang konteks lebaran saat itu, yaitu pada tahun 1950an. Melalui lagu religi beliau menyoroti keadaan masyarakat Indonesia di awal-awal kemerdekaan.
Selain masalah ibadah seperti puasa dan zakat fitrah yang harus ditunaikan, lagu Hari Lebaran memang banyak bicara tentang ibadah sosial yang harus dilakukan sebagai insan yang selesai puasa ramadan dan memasuki kemenangan di hari lebaran.
Bila kita ulas bait perbait kita akan melihat bahwa kekuatan lagu ini juga terletak pada konteks lagu, yang dapat kita ambil pelajaran di zaman sekarang, berikut komentar atas lirik lagu Hari Lebaran yang sempat tak populer sekarang.
Dari segala penjuru mengalir ke kota
Rakyat desa berpakaian baru serba indah.
Setahun sekali naik terem listrik perey
Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore
Akibatnya tengteng selop sepatu terompe
Kakinya pada lecet babak belur berabe.
Maafkan lahir dan batin,
'lang tahun hidup prihatin
Cari wang jangan bingungin,
'lan Syawal kita ngawinin.
Lirik pada bait ini berbeda dengan keadaan sekarang. Sekarang penduduk kota yang berasal dari desa, banyak yang pulang kampung untuk berlebaran bersama keluarga, membawa oleh-oleh dan baju baru.Â
Saat itu, sarana transportasi yang terjangkau hanya dari sekitaran kota Jakarta menuju Jakarta. Masyarakat ketika lebaran mencari hiburan ke kota. Apakah tradisi pulang kampung sudah ada? entahlah.Â
Setahun sekali orang orang desa/kampung menuju kota dengan Trem yang gratis, kemudian hilir mudik bertamu jalan kaki, sampai kaki pincang sampai sore hari. Luar biasa suasana lebarannya saat itu, hanya orang yang kaya dan sangat kaya bisa punya mobil.
Selepas lebaran mereka kembali hidup prihatin, sibuk cari uang, tapi selama lebaran nikmatin aja uang yang ada. Dan bila ada uang bisa dipakai untuk kawin (lagi) merujuk pada budaya saat itu yang mungkin sering mengadakan acara perkawinan setelah lebaran.
Sementara orang desa dengan kekayaan menengah kebawah menikmati lebarannya keliling kota bertamu dan bermaaf-maafan, orang kaya melaksanakan lebaran dengan cara yang berbeda.Â
Berikut tangkapan Pengarang lagu atas keadaan lebaran orang kaya saat itu.
Cara orang kota berlebaran lain lagi
Kesempatan ini dipakai buat berjudi
Sehari semalam main ceki mabuk brandi
Pulang sempoyongan kalah main pukul istri
Akibatnya sang ketupat melayang ke mate
Si penjudi mateng biru dirangsang si istri
Bagi orang kaya saat itu, lebaran tampaknya hari kebebasan. Atau bisa jadi lebaran adalah saatnya bersenang-senang. Berjudi, minum-minuman keras, mabuk, lalu berkelahi dengan isteri. Tentu keadaan yang tidak untuk ditiru di jaman sekarang. Namun Ismail Marzuki tidak sedang bergurau menggambarkan keadaan lebaran saat itu.
Maafkan lahir dan batin,
'lang taon hidup prihatin
Kondangan boleh kurangin,
Korupsi jangan kerjain.