Nafas Nella memburu. Sialnya berangkat sekolah kesiangan. Huft! Ditambah lagi buku PR-nya ketinggalan. Oh my God! Lengkap sudah. Satu hal lagi penyemangatnya absen. Penderitaan berkali lipat.Â
"Nel...wuih lari maraton nih! Basah kuyup gini. Tuh liat burketan lagi! Hahaha, jorok amat sih masih pagi juga!" Tepukan kasar Winda di bahunya cukup keras.Â
"Diem ngak!" Terengah-engah Nella mengatur nafas. Tujuh kali sudah lirikannya tertuju pada bangku nomor dua sisi kiri. Tahu gini lebih baik dia bolos saja.Â
"Nyariin Radit yaa! Ciee...ketahuan banget! Hahaha!" Nella melotot menaruh jari telunjuk di depan bibir yang sedikit dicondongkan. Dasar Winda si mulut ember. Suara cemprengnya hampir tak bisa di rem. Malu kan kalau terdengar anak-anak sekelas.Â
"Minta dijahit ya mulutmu?" Winda puas banget menertawakan penderitaan teman sebangkunya ini.Â
Tak lama berselang bel masuk berbunyi. Jantung Nella berderu kencang. Dia memang bukan termasuk siswi pandai, hanya saja dia cukup rajin. Tapi sekarang dia mulai membayangkan hukuman yang akan bu Diana berikan padanya. Apa kira-kira? Lari keliling lapangan dua puluh kali, membersihkan toilet yang baunya melebihi bau mulut sahabat karibnya atau berdiri di bawah tiang bendera? Imajinasinya semakin tak terkendali.Â
"Jam kosong! Merdeka!" Teriak Rahmat, si ketua kelas paling unik juga nyentrik. Bagaimana tidak, dia ini terkenal paling bandel, sering bolos saat jam pelajaran berlangsung, bajunya tak pernah rapi, rambutnya acak adul katanya gaya yang lagi ngetren dikalangan artis luar, terkadang orang suka meniru hal yang belum tentu cocok untuknya malah dipaksakan. Aneh.
Kemampuan berpikirnya masih canggihan udang, Eh tahu-tahunya semenjak pak Agus jadi wali kelas mereka, dia ditunjuk sebagai ketua kelas. Awalnya banyak anak-anak yang protes. Pak Agus bilang biar belajar lebih bertanggungjawab tujuannya. Lumayan sih berjalan tiga bulan sebagai ketua kelas, banyak juga perubahan Rahmat.Â
Hampir seluruh kelas sebelas C bersorak kegirangan. Ada yang berlari kesetanan, joget-joget di depan ruang kelas, dansa konyol sesama laki-laki, para gadis hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman-teman mereka. Raut kecewa jelas tercipta diwajah anak-anak pintar di kelas ini yang mengaharapkan jam pelajaran tak pernah kosong.Â
Kembali pada Nella. Girang bukan main. Artinya dia tak perlu repot merisaukan hukuman yang jelas hanya terjadi dalam angannya saja. Suasana riuh kelas sangat menyenangkan. Beberapa minggu belakangan mereka memang belajar extra berpikir keras dengan banyaknya ulangan-ulangan harian juga PR yang menumpuk. Lelah jenuh sudah pasti.Â
Ditengah keramaian anak-anak yang tertawa riang. Nella mendadak lebih murung. Ketiadaan Radit adalah sebab utama. Setelah percakapan mereka tempo hari, juga mimpi yang mengusik.Â