Mohon tunggu...
Hilal Ahmad
Hilal Ahmad Mohon Tunggu...

Doyan nonton film, dengerin musik, dan baca buku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen P untuk Piranha

27 Juni 2012   12:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:29 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1340800967314580117

p { margin-bottom: 0.08in; }

P Untuk Piranha

[caption id="attachment_184973" align="alignleft" width="300" caption="P untuk Piranha (Cerpen Hilal Ahmad)"][/caption]

Nabila masih mematut-matut diri di depan cermin. Hmm, ini bukan cermin sembarang cermin. Gadis berambut lurus sebahu dengan poni menyamping kanan itu berdecak kagum.

“Ya ampun ada putri deh di depan gue,” ujar Nabila cekikikan mengomentari pantulan wajahnya di cermin.

“Putri tidur,” samber Monika yang sedari tadi pasang tampang bete di sampingnya.

“Idih sirik aja.”

“Hadooh Non, buruan kali. Udah kayak di rumah aja deh dandannya, rempong. Ditunggu di lapangan tuh, pertandingan basketnya mau mulai,” Monika langsung menarik tangan Nabila keluar dari toilet.

Saat keduanya keluar ruang yang berada di pojok jajaran kelas dekat lapangan yang biasa dipakai upacara itu, langsung disambut cahaya berkilauan. Bukan blits para wartawan, tapi cahaya matahari yang menyengat.

“Haduh kulit gue!”

Monika langsung pasang wajah sebal. Nih anak manja banget, sih, begitu pikir Monika. “Yaelah Nabila Abragail Abregol, lu kenapa sih seharian ini banyak ngeluh banget,” Monika mendelikkan matanya dan tanpa ampun menyeret sahabat karibnya itu ke tengah lapangan.

“Lama banget sih, Pak Rahul udah ngomel aja dari tadi,” Eleanor sang kapten basket langsung nyemprot.

“Sorry Nor, ini putri tidur kelamaan di toilet, udah berasa mau konser tunggal aja,” Monika ngeles.

“Nor? Lu kira gue si Nori apa?” Eleanor tambah sewot.

“Apaan tuh?” Nabila pasang tampang bego.

“Makanan purba kali,” Monika mengacuhkan Eleanor dan langsung menuju tengah lapangan.

Matahari tepat di atas kepala, tapi Mr Rahul yang aslinya bernama Rudi Chisara itu nggak mengurangi derajat kebengisan untuk menyiksa kelas X A berlatih basket dalam rangka memajukan bangsa, maksudnya menunaikan kegiatan belajar mengajar bidang olahraga.

Sejarah unik julukan Mr Rahul, karena cowok atletis yang masih berusia 25 tahun dan single itu memiliki tatapan mempesona ala Shah Rukh Khan yang sering bermain film dengan nama Rahul. Tapi cowok berbadan tegap dengan tinggi 170 cm itu selalu menutupi diri dengan sikap sedingin gunung es.

Meski begitu, nggak ngaruh buat para cewek di SMA Nusa Bangsa yang berebut mencari perhatian Mr Rahul. Nggak terkecuali Nabila. Inilah yang membuat Nabila memiliki rangkaian huruf P dalam hidupnya. Dan P yang pertama adalah untuk satu kata yang sedang Nabila jalani secara sungguh-sungguh yakni P untuk perfect.

***

“Gue yakin banget kalau...” kalimat Monika terputus saat Eleanor and genggess masuk kelas dengan jus alpukat di tangan masing-masing.

“Kenapa lu berhenti, pasti ngomongin gue ya!” Eleanor berkata pedas.

Nabila mendelikkan mata. Eleanor memang terkenal sebagai pemeran antagonis di sekolahnya tercinta. Nabila masih ingat, sejak mengenakan seragam putih abu-abu, Eleanor nggak pernah berubah. Mulai dari rok mini lima senti di atas lutut, koleksi bandana yang selalu berganti setiap harinya, dan sikap ketus yang selalu ditunjukkan kepada siapa saja. Sialnya, ia dan Eleanor selalu berada dalam kelas yang sama.

Akhirnya Nabila lebih memilih berdiri dan siap meninggalkan kelas.

“Hmm, gue denger ada yang lagi ngebet jadi Mrs Rahul nih!” itu suara Eleanor, cempreng dan sangat nyakitin kuping.

Nabila menghentikan langkah. “Apa lu bilang!”

“Ih, telinga lu lagi rusak apa memang pengen denger kalimat Mrs Rahul sekali lagi,” Eleanor melotot tapi nggak sambil kemat-kemot. Takut disangka keong racun.

“Bisa sedikit lebih sopan nggak kalau ngomong,” Nabila mulai naik pitam.

Bukan Eleanor kalau langsung mengkerut. Cewek yang mengaku bakal main film sejak dua tahun lalu tapi nggak syuting-syuting itu pasang badan. “Oh ya, lu berani sama gue,” ujar Eleanor nggak kalah sengit.

“Whatever, nggak ada guna gue ngeladenin lu. Buang-buang waktu,” Nabila siap melenggang keluar kelas.

“Heh, urusan kita belum selesai ya!”

Nabila menghentikan langkah tepat di pintu kelas. Lalu berbalik arah mendekati Eleanor and de gengges yang berkacak pinggang. “Urusan yang mana ya Nor! Oh ya, lu masih punya hutang ke gue, hutang nyawa!” ujar Nabila.

Seisi kelas terdiam. Terpana. Siapapun tahu, Nabila adalah gadis yang sopan, seenggaknya tipe cewek yang nggak mau ribut apalagi dengan Eleanor sang pembuat onar. Nabila masuk dalam tipe cewek ensikopedia berjalan, si kutubuku cantik rupa yang hanya mengeluarkan kalimat kalau ditanya guru atau menerangkan materi pelajaran di kelas. Kejadian Nabila versus Eleanor ini jadi hal fenomenal buat X A.

Nabila berprinsip, sikap diam tidak selamanya membuat kita mulya atau menjadi pemenang, karena itulah sesekali harus dilawan. Inilah P kedua yang dijalani Nabila saat ini, yakni P untuk predator.

***

Nabila sangat suka puding. Begitu juga Monika yang siang itu lagi ngadem di kamar Nabila yang rame sekali warnanya, merah, oranye, dan biru langit. Nabila asyik mencari informasi seputar galaksi andromeda, sedangkan Monika asyik menikmati puding buatan tante Lia alias mamanya Nabila.

“Gue mau ngelanjutin cerita tadi siang,” Monika mangap-mangap sambil menyuap puding ke mulutnya.

“Cerita yang mana Mon?” Nabila masih asyik menatap layar notebook berukuran 10 cm berwarna merah marun.

“Itu, yang kepotong dialog nggak jelasnya Eleanor,” Monika mencomot puding yang tinggal tersisa beberapa buah di piring yang ada di depannya.

“Oh yang itu, yang lu yakin kalau...”

“Iya kalau Mr Rahul itu gay.”

Nabila menghentikan jemarinya yang asyik menari di atas keyboard. Alisnya terangkat.

“Tuh kan, ekspresi lu langsung berubah. Gue tahu kok apa yang lagi lu pikirin. Lu suka ya sama itu si mr India,” Monika semakin bersemangat menebak. Itu artinya cewek berambut kriting itu punya peluang untuk bergosip ria dengan teman sebangkunya.

“Iya, cowok, kalau sikapnya dingin sama cewek, kalau nggak gay ya kelainan. Yang udah punya istri aja masih kegatelan lirik sana-sini, apalagi kalau wajahnya cakep kayak pak Rudi itu. Lah dia, dideketin cewek malah marah-marah,” Monika berapi-api.

Nabila terdiam. Mencermati setiap kata yang keluar dari mulut Monika. “Tapi gue yakin banget Pak Rudi nggak begitu Mon.”

“Yaiyalah lu nggak berpikir begitu. Love is blind. Dan lu lagi buta sekarang. Lagian lu mau-maunya sih naksir itu tuan Takur. Halloooo, itu si Brandon, Rayi, Angga, udah ngantri dari kapan gitu buat dapetin perhatian lu. Nah, sekarang lu malah ngejar-ngejar pak guru yang hobinya ngomel-ngonel itu.” Monika memandangi wajah Nabila serius.

Nabila mengelak, menyembunyikan wajahnya yang gelisah. Pandangannya mentok pada makanan kesukaannya, puding. Dalam sekejap ia menghabiskan dua potong puding. Inilah P ketiga dalam hidup Nabila yang menjadi penghilang stres, puding.

**

Nabila asyik menyimak buku 100 tokoh paling berpengaruh di dunia yang ditulis Michael Hurt. Hampir 10 menit cewek cantik itu duduk anteng di meja bagian pojok dekat rak buku bertuliskan umum itu.

Lamat-lamat ia mendengar seseorang menyebut-nyebut namanya. Terdengar dari balik rak buku. Suara yang amat dikenalnya.

“Gue nggak yakin Nabila bakal patah hati dengan cara ini,” suara satu terdengar.

“Kita harus coba. Nabila harus merasakan hal yang sama dengan kita. Cewek itu harus diberi pelajaran,” suara dua menimpali.

“Dengan sesuatu yang berawalan P,” jawab suara satu.

Nabila terkesiap. Siapa yang membocorkan rahasia kalau selama ini ia sedang terobsesi dengan sesuatu yang berawalan P, termasuk P yang keempat, tempat yang kerap ia kunjungi, P untuk perpustakaan.

***

Bis yang bakal mengantar para siswa XA setia nongkrong di depan sekolah sejak jam 7 pagi. Eleanor sudah teriak-teriak dari tadi melalui speaker kecil yang biasa digunakan untuk berunjuk rasa. Atribut Eleanor hari itu lebih heboh dari biasanya, nggak hanya bandana, tapi gelang, syal, sampai gantungan kunci yang bergemerincing dengan warna serba merah menyala.

Eleanor nampak seperti pemain utama dalam sebuah film yang nggak laris di pasaran karena pemain utamanya antagonis. Tapi itu nggak membuat cewek tersebut patah semangat. Sebagai seksi sibuk yang woro-woro keberangkatan rombongan menuju Ancol untuk mempelajari anatomi dan jenis hewan laut ke Seaworld, Eleanor paling giat. Seperti ada sesuatu yang membuatnya bahagia dan bakal ia temukan di sana.

“Ketemu nenek moyangnya kali, dugong,” Monika cekikikan.

Nabila hanya tersenyum. Sejak pagi, ia sangat yakin, segalanya telah ia persiapkan. Namun terasa masih ada yang menganjal dalam hatinya. Puding kegemarannya pun tak lupa ia bawa sebagai perbekalan.

Menurut buku yang ia pinjam dari perpustakaan kemarin, kondisi seperti ini sangat wajar jika akan menghadapi kejadian yang sangat besar. Tapi masalahnya ia nggak tahu kejadian besar seperti apa yang bakal ia hadapi, apalagi yang tanpa direncanakan.

Akhirnya ia mengambil posisi duduk di samping Monika yang asyik kemat kemot dengan cemilan. Nabila menghembuskan nafas panjang. Lalu memasang headset ke telinganya. Sebelum musik mengalun, ia mendengar suara yang sama saat di perpustkaan kemarin. Inilah P yang sangat dikhawatirkan Nabila. Apalagi P ini dibuat seseorang untuk dirinya. P kelima adalah Planning.

Nabil segera berdiri dan menengok ke belakang. Semua asyik dengan kesibukan masing-masing. Terutama Eleanor yang tengah cekikikan dengan Rayi.

***

Nabila asyik menatap ikan pari yang hilir mudik dengan para penyelam di kolam utama sebagai pertunjukan di seaworld. Pikirannya melanglang buana. Ia masih mecari tahu salah satu P yang ia yakin sedang direncanakan seseorang untuknya. Ia mengedarkan pandang ke sekeliling ruang Seaworld yang temaram. Di samping kolam utama pertunjukan terdapat kolam khusus hiu, lalu terdapat penangkaran buaya, penyu, dugong, dan piranha.

Benak Nabila seperti mendapatkan lentikan ide gemilang. Ya, penyu dan piranha. Tapi apa hubungannya kedua binatang itu dengan rencana yang ia dengar di perpustakaan. Nabila terkaget saat namanya dipanggil-panggil melalui pengeras suara. Nampak di kolam pertunjukan tertera namanya. Ia sangat kaget, tulisan itu bertuliskan see the Piranha, Nabila.

Spontan, semua mata tertuju ke arah kolam piranha yang berbentuk silinder di tengah ruang. Mr Rahul berdiri di sana, asyik bercengkerama dengan Rayi. Sangat mesra. Nabil syok berat. Jemari tangannya mencengkeram lengan Monika erat.

“Itu cowok nekat banget sih, udah tau diliatin banyak orang masih aja mesra-mesraan,” Monika langsung sewot.

Dipandanginya wajah Nabila yang langsung sembab. Bahu Nabila terlihat berguncang hebat, ia mulai terisak, kecil. Monika langsung meraih pundak Nabila ke dalam rengkuhannya.

Monika membawa sahabat karibnya itu keluar dari arena pertunjukan kolam utama. Nabila masih terisak dalam rengkuhannya.

Sepasang mata mengawasi mereka. Itu milik Rudi. Hatinya seperti tertohok. Sempurna. Sebuah rencana besar yang nyaris tanpa cacat. Eleanor memang sutradara andal untuk merancang semua. Pun untuk merancang P terakhir untuk Nabila, Piranha.

Rudi mengambil msecarik kertas yang terselip di sakunya yang berisi deretan kata yang diawali huruf P dengan stabilo merah. Ia menatap Rayi. “Cukup, ini P terakhir untuk Nabila,” Rudi lalu menyerahkan secarik kertas itu pada Rayi. Di sebelahnya, Eleanor tersenyum senang. (*)

Cerpen ini pernah dimuat di Gaul edisi 39, 11-17 Oktober 2010.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun