Nabila terdiam. Mencermati setiap kata yang keluar dari mulut Monika. “Tapi gue yakin banget Pak Rudi nggak begitu Mon.”
“Yaiyalah lu nggak berpikir begitu. Love is blind. Dan lu lagi buta sekarang. Lagian lu mau-maunya sih naksir itu tuan Takur. Halloooo, itu si Brandon, Rayi, Angga, udah ngantri dari kapan gitu buat dapetin perhatian lu. Nah, sekarang lu malah ngejar-ngejar pak guru yang hobinya ngomel-ngonel itu.” Monika memandangi wajah Nabila serius.
Nabila mengelak, menyembunyikan wajahnya yang gelisah. Pandangannya mentok pada makanan kesukaannya, puding. Dalam sekejap ia menghabiskan dua potong puding. Inilah P ketiga dalam hidup Nabila yang menjadi penghilang stres, puding.
**
Nabila asyik menyimak buku 100 tokoh paling berpengaruh di dunia yang ditulis Michael Hurt. Hampir 10 menit cewek cantik itu duduk anteng di meja bagian pojok dekat rak buku bertuliskan umum itu.
Lamat-lamat ia mendengar seseorang menyebut-nyebut namanya. Terdengar dari balik rak buku. Suara yang amat dikenalnya.
“Gue nggak yakin Nabila bakal patah hati dengan cara ini,” suara satu terdengar.
“Kita harus coba. Nabila harus merasakan hal yang sama dengan kita. Cewek itu harus diberi pelajaran,” suara dua menimpali.
“Dengan sesuatu yang berawalan P,” jawab suara satu.
Nabila terkesiap. Siapa yang membocorkan rahasia kalau selama ini ia sedang terobsesi dengan sesuatu yang berawalan P, termasuk P yang keempat, tempat yang kerap ia kunjungi, P untuk perpustakaan.
***