Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Putih dan Perjalanan Kereta (Bagian 1)

2 Desember 2022   23:11 Diperbarui: 2 Desember 2022   23:29 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Baiklah. Kalau begitu, percayalah padaku."

            "Untuk apa?"

"Aku masih ingat mimpi-mimpimu yang kau ceritakan. Kalaupun aku tidak ada, percayalah dukunganku selalu ada. Aku mungkin tidak punya sesuatu yang bisa mengantarkannya padamu, tapi aku punya doa. Itu saja cukup, bukan?"

Renjana mengangguk. Gadis itu menggumamkan terima kasih sebelum merapat kembali ke arah jendela. Matanya terpejam. Namun, Ryshaka tak terima. Terlalu dini untuk mengakhiri percakapan mereka, setelah selama ini mereka hanya bisa mengobrol via telepon. Lagipula, mereka bahkan belum menempuh seperempat perjalanan.

            Maka,

            "Nana." Ryshaka memanggilnya lagi.

            Gadis itu membuka matanya. "Ada apa?" tanyanya.

            "Apa sup buatan Ibumu yang membawamu pulang?"

Sayangnya, pertanyaan itu tidak dijawab. Renjana hanya menatapnya kosong, lalu memejam kembali. Tepat di seperempat perjalanan, Ryshaka melihat gerak bahunya yang teratur. Dia tertidur. Maka sisa perjalanan pulang itu dihabiskan Ryshaka untuk mengikuti Renjana, berbaur dengan mimpi.

            ***
Hampir tengah malam, kereta tiba di stasiun terakhir. Isinya telah menyepi, dan Nana masih bergelut dengan mimpi. Pulas sekali. Ryshaka yakin, jika dia tidak menepuk bahu gadis itu dan menyeru namanya, mungkin dia tidak akan terbangun hingga kereta kembali ke stasiun awal.

            "Mimpimu sudah sampai mana?" ledek Ryshaka begitu gadis itu membuka mata. Gerbong yang ditempati mereka benar-benar sudah kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun