Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Seseorang Telah Mencuri Mata Saya

16 Juli 2017   01:47 Diperbarui: 17 Juli 2017   02:07 4965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ya, Pak Oji. Soalnya, dalam situasi kapan pun, tetaplah berlaku hukum mutlak bahwa mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tidak ada yang gratis dalam hidup bersama ini."

***

Saya belum berencana keluar rumah hari ini. Saya belum bisa berpikir untuk tindakan selanjutnya. Saya masih berkubang dalam kekhawatiran, kalau keluar rumah justru ada orang masuk, sembunyi dalam rumah.

Saya pun tidak bisa melapor ke polisi karena terlihat seperti tidak ada bukti yang patut dijadikan bahan hukum. Saya tidak merasa apa-apa ketika kedua mata saya diambil, dan sampai sekarang sama sekali tidak ada perih.

Saya merasa aneh sendiri ketika meraba muka saya. Kedua bagian itu terasa kulit dengan permukaan cekung, yang berbunyi duk-duk ketika saya ketuk perlahan dengan ujung telunjuk. Kalau saya melapor ke polisi, jangan-jangan justru membingungkan.

Saya benar-benar belum bisa memutuskan untuk berbuat apa. Saya sedang dibekuk kebingungan paling membingungkan. Bahkan, saat ini, saya tidak memahami, apakah sudah sore atau malah malam telah datang. Gelap gulita telah menaklukkan saya.

Saya tidak tahu sampai berapa lama mata saya akan kembali, dan bagaimana caranya berfungsi lagi seperti sedia kala. Saya sangat berharap mata saya kembali dan berfungsi seperti sedia kala. Biarlah rekaman di dalamnya diambil tapi mata saya harus kembali.

Ya, biarlah semua rekaman dalam mata saya diambil asalkan mata saya kembali, dan berfungsi. Tanpa mata, apalah guna hidup saya ini. Mata adalah satu-satunya andalan saya selama saya bisa melihat sejak kecil.

Saya kehilangan daya. Tidak mampu berpikir untuk berbuat apa selanjutnya. Gelap gulita berkuasa penuh atas diri saya. Tubuh saya seakan kehilangan tulang-belulang.

Saya di ambang keputusan tamat riwayat dalam berpikir, apalagi kemudian bukan itu saja yang saya pikirkan dan cemaskan. Kekhawatiran saya perlahan-lahan menular ke bagian indera saya lainnya.

Telinga yang merekam segala suara. Lidah yang sering menyampaikan banyak pendapat secara lisan. Jemari yang juga sering menyampaikan pendapat secara tertulis. Yang paling mengaduk kekhawatiran saya adalah otak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun