Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Seseorang Telah Mencuri Mata Saya

16 Juli 2017   01:47 Diperbarui: 17 Juli 2017   02:07 4965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum saya mengunci dan memeriksa ini-itu, tadi malam Demun dan anaknya--Sarwan--berkunjung. Demun--seorang tetangga berjarak sepuluh rumah dari rumah saya--jarang berkunjung tetapi anaknya cukup sering karena anaknya suka membaca buku komik yang saya koleksi sejak seusianya. Ya, Demun dan anaknya.

Tadi malam saya berbincang-bincang dengan Demun tentang banyak hal, dan peristiwa, baik terkini maupun keterpautannya pada masa lampau. Suatu perbincangan yang panjang karena, memang, Demun dan anaknya berkunjung selepas magrib, kami jarang memiliki kesempatan untuk berbincang semacam tadi malam karena kesibukan masing-masing apalagi Demun sedang disibukkan oleh suatu kegiatan sebagai seorang tokoh penting di daerah kami, dan Demun-anaknya pulang pada pukul 21.00 karena anaknya merengek-rengek mengajak pulang.

Demun memang seorang tokoh penting, yang selalu andil dalam segala kebijakan yang terkait dengan rencana dan situasi di daerah kami. Karena terlalu pentingnya Demun, tidak ada keputusan di daerah kami yang tanpa melalui persetujuan Demun. Apa pun keputusan itu.

Sedangkan saya bukanlah siapa-siapa. Saya sama sekali tidak suka melibatkan diri dalam hal-hal yang dilakukan seperti Demun.

Kedatangan Demun tadi malam, katanya, sekadar menemani anaknya, yang tadi malam, mendadak merengek untuk membaca koleksi saya. Anaknya sedang gemar membaca, khususnya komik. Sebagian besar koleksi saya memang komik, baik komik anak-anak maupun komik dewasa--dewasa dalam arti komik sosial-politik sesuai dengan usia saya sekarang sekaligus bahan gagasan saya menulis hal-hal sosial-politik, selain melalui pemberitaan terbaru.

Perbincangan tadi malam, seingat saya, cukup menguras pengetahuan dan wawasan saya. Mitra bincang saya jelas bukan orang biasa-biasa seperti saya, walaupun saya pernah ditawari untuk bergabung dengan suatu kelompok yang siap menokohkan saya karena mereka selalu menganalisis tulisan saya, juga kalimat-kalimat saya dalam suatu wawancara dengan media daerah kami.

Sementara ketokohan Demun sudah dikenal oleh tetangga serta orang-orang di daerah kami selama lebih dari dua dekade. Sudah barang tentu, ketokohan Demun tidak sekadar suara angin yang tertulis dalam berita-berita media massa apalagi angin dari mulut para tetangga.

Inti perbincangan kami adalah politisasi segala bidang, termasuk formal dan non-formal, berikut kriminalisasi yang sedemikian rupa. Saya tidak tedeng-aling dalam perbincangan tadi malam karena saya tidak memiliki kepentingan apa pun, kecuali memanfaatkan kesempatan untuk menyampaikan semua isi pemikiran saya selagi bermitra bincang dengan Demun.

Saya tidak peduli, apakah ada yang menyinggung atau biasa saja bagi Demun. Bahkan ketika ada tetangga saya lainnya berkomentar "jangan terlali idealis dalam hidup di negeri ini, Oji", saya keukeuh pada prinsip hidup saya. Kebenaran adalah kebenaran. Sangat tidak benar jika kebenaran dibelokkan ke selokan.

Sejengkal pemahaman dan sekepal penglihatan saya terhadap realitas akhirnya terjungkal dalam pembincangan tadi malam. Ya, saya lebih sering membaca daripada benar-benar berada dalam segala situasi seperti yang dialami langsung oleh Demun. Tidak jarang saya hanya melongo ketika Demun menyampaikan apa saja, atau menanggapi saya.

"Mujurlah saya tidak menghidupi diri dengan semua itu, Pak. Saya hanya melihat sedikit yang langsung, banyak yang diolah media. Juga hanya memikirkan dan menuliskannya sebagian. Anggap sajalah omong kosong."     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun