Suara beberapa benda jatuh, pecah, berisik juga mengiringi suara makian dan gerakan saya.
***
Saya terduduk di lantai sambil menyandar di dinding. Kaki menyelonjor. Pakaian saya basah kuyup--entah karena keringat, air kencing, air kamar mandi, atau air apa lagi. Aneka bebauan mengitari penciuman. Perih pun terasa di sekujur tubuh.
Saya sedang mengalami kelelahan jiwa dan raga tertinggi dalam perjalanan hidup saya. Gelap gulita sedang menguasai saya secara mendadak. Bukan karena katarak, terkena cairan atau benda apa pun, kedua bola mata entah ke mana.
Saya tidak bisa menangis. Alangkah sesak dada saya menahan desakan perasaan dan pikiran. Alangkah sesaknya karena kehilangan indera andalan yang sejak kecil menjadi bagian utama dalam hidup saya. Indera paling andalan, malah.
Sekarang saya telah kehilangan mata saya. Sungguh-sungguh mengerikan kelak apa yang bakal saya hadapi.
***
Tidak henti-hentinya saya meraba muka, dan bagian kedua mata saya. Cekung adalah pemukaan yang saya temukan berkali-kali. Tidak ada perih sama sekali.
Oh, apa yang sebenarnya telah terjadi? Â
Dalam kelelahan lengkap, dan debaran dada berangsur reda, saya mencoba menguras ingatan, terutama apa yang terjadi sebelum saya tidur. Dengan perlahan saya merunutnya lagi.
Saya telah mengunci pintu pagar, pintu rumah, dan tidak pernah lalai memeriksa jendela sebelum saya tidur. Ya, itu paling akhir.