Cuma bilang, "maaf", lagi dan lagi --- sampai akhirnya dia pergi.
Malam itu aku nangis sejadi-jadinya.
Tanganku gemetaran, mataku bengkak, tapi aku gak peduli.
Aku cuma bisa bilang ke diriku sendiri,
> "Dia lagi susah. Kamu harus kuat, Rul. Kamu harus ngerti."
Tapi ngerti pun gak membuat kehilangan jadi lebih mudah.
Tiga bulan berikutnya, aku gak bisa berhenti mikirin dia.
Setiap tempat yang pernah kami datangi terasa kosong.
Setiap doa yang aku ucapin masih nyebut namanya, diam-diam.
Dua bulan berlalu sejak malam itu.
Aku pikir aku udah mulai terbiasa tanpa dia --- tapi ternyata, enggak.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!