Lalu berangkatlah kami bertujuh ke Lombok. Meski tidak bertepatan dengan hari ulang tahun Mbak Dewi karena adanya pekerjaan di hari itu, tetapi Mas Adit menggantinya di minggu berikutnya. Selama 5 hari kami bepergian ke sana.
Menarik memang desa budaya tersebut. kami mengajarkan banyak hal kepada anak-anak. Bagas yang terbilang anggota termuda juga tidak banyak rewel di perjalanan. Wulan dan Aluna juga sangat menikmati perjalanan tersebut. kami pun juga. Terlebih karena Mas Adit juga mengatur waktu berdua untuk masing-masing dengan kami. Mas Adit memesan 2 kamar. 1 kamar suite untuk seluruh anggota keluarga. 1 lagi kamar deluxe untuk berdua. Dan ia memberi kami masing-masing 1 hari untuk berduaan. Sisanya kami habiskan waktu bersama. Bahkan aku yang membawa Bagas saat itu dipaksa oleh Mbak Dewi dan Mbak Ningrum untuk meninggalkan Bagas bersama mereka. Jika Bagas haus aku telah memompa ASI untuknya.
“Mbak Ning, ada yang kesenengan tuh Mbak. Ultahnya dirayain di Lombok. Cie..cie...” selorohku menggoda Mbak Dewi yang sejak pertama berangkat hingga pulang tidak pernah menampakkan wajah lelah.
“Sudah sudah.. itu anak-anak kayaknya kecapean deh Ning, kamu bawa dulu mereka ke kamarnya. Nam, Bagas juga ya. Besok kamu panggilkan tukang pijat langganannya. Kasian dia mungkin badannya kaku-kaku selama perjalanan,” perintah Mas Adit kepada kami.
“Iya Mas,” jawab kami bersahutan.
“Mas Adit.. makasih banyak ya.. Dewi Sayang KangMas,” rayu Mbak Dewi sambil bergelayut manja di pundak Mas Adit.
“Iya Bunda Sayang. Kalau kalian senang Mas juga senang,” jawab Mas Adit sambil mengecup pipi Mbak Dewi.
***
Siang itu Mas Adit mengumpulkan kami bertiga. Wulan dan Aluna belum pulang dari sekolahnya. Dan Bagas sedang tidur siang dijaga oleh baby sitternya.
“Ada yang mau Mas bicarakan dengan kalian bertiga,” nampak keseriusan dari nada bicara Mas Adit kepada kami.
“Wonten nopo, Mas?” jawab Mbak Ningrum.