Mohon tunggu...
Irfani Zukhrufillah
Irfani Zukhrufillah Mohon Tunggu... Dosen - dosen

seorang ibu dua anak yang sedang belajar mendidik siswa tak berseragam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Istri Bungsu

13 November 2017   10:08 Diperbarui: 13 November 2017   10:23 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kami semua tinggal serumah. Sebuah rumah yang besar dan mampu menampung beberapa anak lagi. Namun kami semua sepakat untuk meminta Mas Adit agar tidak menambah satu istri lagi. Karena secara jumlah istri Mas Adit sudah empat. Meskipun seorang lainnya sudah meninggal. Inilah alasan aku dipanggil istri bungsu. Sebagai harapan agar Mas Adit tidak menambah istri lagi. itulah mengapa aku dipanggil sebagai istri bungsu sebagai harapan agar tidak ada istri lain lagi.

Entah mengapa kami bertiga tidak rela jika ada satu lagi istri. Padahal jelas-jelas kami mampu menerima antara kami bertiga. Mbak Ningrum dan Mbak Dewi sudah seperti kakak-kakakku sendiri. Meski kadang kami berbeda pendapat tapi kami mampu menerima bahwa Mas Adit harus membagi
cintanya untuk kami bertiga. Bahkan tidak jarang kami bertiga marah bersama karena Mas Adit kurang perhatian dengan istri yang ini. Atau lupa hari lahir istri yang itu. 

Kami memiliki pos tugas rumah tangga masing-masing. Mbak Ningrum sebagai koordinator kebersihan rumah. Hal ini tidak lepas dari kebiasaannya yang suka kebersihan. Ia bahkan alergi debu. Membuatnya begitu perfeksionis dalam urusan kebersihan. Mbak Dewi yang kebetulan sekolahnya selalu mendapat prestasi, kebagian urusan pendidikan anak-anak. Ia yang paling getol membangunkan hingga mengantar jemput anak-anak sekolah. 

Dan aku yang katanya masakanku seistimewa restoran bintang 5, diberi tugas mengurus perut seluruh anggota keluarga. Kami semua diberikan asisten masing-masing yang berhubungan dengan pos tugas kami. Mas Adit memang begitu sayang sehingga tidak mau membebani kami dengan banyak tugas. 

Untuk urusan jatah kamar, Mas Adit juga berusaha untuk adil sama rata. Untuk urusan ini kadang menimbulkan rasa cemburu. Terlebih jika suatu ketika Mas Adit meminta jatah bukan pada jatahnya. Seperti waktu aku baru menikah dengannya. Ia begitu rajin ke kamarku. Tak jarang sampai
meninggalkan jatah istri lain. Sehingga di awal pernikahan dulu, aku dijauhi dan dibenci oleh kedua istri Mas Adit. Namun lama-lama aku meminta pengertian dari Mas Adit dan kedua istri lain. Dan setelah 6 bulan berlalu, dua istri Mas Adit mulai dapat menerimaku. Terlebih saat tahu bagaimana
hasil masakanku. Merekapun luluh seperti halnya Mas Adit.

***

“Lho Mas, kok kesini, kan hari ini jatahnya Mbak Ningrum.” kataku pada Mas Adit yang malam itu masuk ke kamarku. Padahal hari senin merupakan jatah kamar Mbak Ningrum.

“Ningrum udah bolehin kok, Sayang. Soalnya kan minggu lalu setelah Mas ke Surabaya 5 hari, kamu yang belum dapet kunjungan sama sekali. Lagian Mas kangennya sama kamu,hehe.” Katanya merayu.

“Dasar tukang rayu.” Selorohku masih menyambutnya dengan pelukan. Mas Adit pun lantas merebahkan diri di sebelahku. “Bagas ku pindah ke box dulu ya, Sayang..” kataku sembari mengecup pipi Mas Adit dan melepaskan pelukannya.

“Iya deh..  Bagas.. jangan ganggu Ayah sama Mama dulu ya. Bagas yang pinter bubuk di box dulu,hehe.” Canda Mas Adit kepada Bagas yang sudah terlelap.

“Apaan sih, Mas.” Cubitanku pun mendarat manja di perutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun