Aku masih berusaha memindahkan Bagas ke box dengan hati-hati agar tidurnya tidak terganggu. Sembari itu ku ingatkan lagi Mas Adit tentang ulang tahun Mbak Dewi bulan depan. “Mas, bulan depan Mbak Dewi enaknya dikasih kado apa ya. Apa perlu dirayain gitu, Mas? Ngundang tetangga atau ibu-ibu wali murid Paud temannya anak-anak gitu?”
“Enaknya gimana lho, Sayang?” timpalnya malas.
“Apa ya Mas, Nam juga masih bingung. Apa jalan-jalan sekeluarga aja ya, Mas?” tandasku semangat.
“Boleh juga,” jawabnya masih malas.
“Ihh.. Mas Adit ditanya kok jawabnya males gitu sih,” rengekku sambil mendekatinya di ranjang.
“Ada hal lain yang lebih penting saat ini, Sayang,”
“Apa?”
“Sini.. Mas kasih tahu,” ia pun menarikku dan mulai menciumiku. Aku terkekeh menikmati gairahnya.
***
“Syukurlah kita sudah sampai di rumah kembali,” ucap Mbak Ningrum saat kami sekeluarga sampai di rumah.
Pagi hari setelah malamnya Mas Adit mengunjungiku, kami membicarakan lagi rencana perayaan ulang tahun Mbak Dewi. Semua anggota keluarga sepakat untuk jalan-jalan ke luar kota. Mbak Dewi yang memang hobi jalan-jalan langsung teriak kegirangan dan melompat memeluk Mas Adit. Aku dan Mbak Ningrum menertawakan aksi konyolnya saat itu. Lalu mulailah rencana kami bertiga dengan kebingungan memilih lokasi tujuan. Mbak Ningrum ingin ke Bali. Aku mengajukan Bandung. Tapi kami berdua lantas menghormati pilihan Mbak Dewi yang ingin jalan-jalan ke Lombok. Ia penasaran dengan Desa Sade Lombok yang terkenal dengan budayanya.