Rasanya aku ingin segerah memeluknya dalam-dalam, agar dia tahu seberapa dalam cintaku kepadanya. Tapi, genangan dosa yang meruap-ruap bak lava panas membuat urung jiwaku. "Kenapa baru sekarang kau bilang ini. Ternyata bukan hanya aku yang mati dalam penantian. Tapi kamu juga mengalai hal yang sama." Gumamku dengan terus tersenyum dan mengamati wajahnya yang jelita.
"Sungguh, aku tidak bisa berkata-kata. Jika harapanmu demikian, maka aku menyanggupi untuk menikahimu. Bersamamu membangun Indonesia sampai akhir hayat kita." Ujarku dengan bahagia.
Dia juga terlihat bahagia ketika mendengar aku menyanggupi keinginannya. Dia menundukan kepalanya sembari mengusapi wajahnya dengan kedua telapak tangan yang putih dan beraih itu. Mungkin dia bersyukur kepada sang pemilik cinta, karena telah terjawab sudah doa-doa yang dia panjatkan.
Sesaat kemudian dia diam dengan wajahnya yang ditundukkan ke kepala. Lalu perlahan dia dengan cepat mendekati wajahnya kepadaku. Persis seperti yang dia lakukan sebelumnnya. Aku sendiri masih berbahagia mendapati jawaban dari semua itu. Tidak peduli sesiapa mengamati dan membuat tuduhan-tuduhan liar melihat wajahnya yang mendekat. Lalu dia berbisik pelan ke telingaku,
"Tapi kata dokter, usiahku hanya tinggal 4 bulan lagi. Apa kak masih mau mencintai dan menikahiku lalu bersama-sama membangun Indonesia."
Mateketen, 7 Juli 2021