Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Pernyataan yang Menghentak

8 Juli 2021   19:41 Diperbarui: 8 Juli 2021   19:45 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, dok/Unsplash

Wajahnya kian dekat, aku semakin penasaran. Orang-orang mungkin melihat kami, mereka pasti mulai berfikir yang tidak-tidak. Tapi aku tida bisa memastikan itu, mataku masih terfokus pada wajahnya yang jelita. Lalu dia semakin mendekat sampai hembusan napasnya terasa di pangkal telingaku.

"Kak, apa kau kini sudah beristri?"

Sebuah tanya darinya membuat aku terhentak seketika. Aku mengamati wajahnya masih tepat di di hadapanku. Dia mungkin tidak tahu bahwa hanya dia yang aku cintai sejak dulu. Jdi mana mungkin aku sampai berani menikai gadis lain yang jelas-jelas tidak aku cintai.

"Sampai kini aku belum beristri Azzahra. Adapun ingin tapi dengan si jelita yang ada di depanku." Ujarku dengan sedikit tawa.

Mendengar ucapanku, senyumnya kian lebar dan semakin indah. Tapi, dia masih memasang wajah serius seperti sebelumnya. Entah apa lagi tanya yang dia leparkan kepadaku. Sesaat terlihat dia menghela napas dalam-dalam lalu berkata,

"Apa kak masih seperti dulu, mencintaiku dengan serius?"

Sebuah tanya yang aku nanti sejak lama. Seperti aku katakan sebelumnya, Azzahra yang kini semakin berwibawa dan berani dari sebelumnya yang terkesenan malu-malu. Dengan cepat aku tumpahkan segala rasa cinta yang sedari lama mengendap dalam jiwaku,

"Tidak pernah terbesit walau sedikit untuk ragu mencintaimu Azzahra. Aku mencintaimu sejak lama dari kita masih berama menempuh strata satu. Sampi kini rasa itu masih sama, selalu mengambang dan mekar dalam kaldera jiwaku. Dia tidak pernah surut apalagi tumpah, sekali hanya setetes."

Mendengar pernyataan yang aku tumpahkan itu, dia seakan bahagia sekaligus sedih. Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikir juga dia rasakan. Sekrang yang ada di pikiran dan jiwaku, hanya berharap dia bisa berbahagia dan bisa menerima cintaku dengan bijaksana. Lalu dia kembali menghela napas dalam-dalam dan berkata,

"Aku juga telah lama mencitaimu kak. Aku telah lama tersayat-sayat luka penantian. Maukah kamu menikahiku dan bersama membangun negeri kita Indonesia?"

Mendengar kalimatnya, seketika bahagia datang dengan lebat menguyur penantian yang menempel. Dinding jiwaku seketika luas dari endapan keraguan dan penantian. Aku tida bisa menyembunyikan kebahagiaanku, senyum kemudian mekar di wajahku. Aku laksana seorang tawanan perang yang puluhan tahun di tawan musu, lalu seketika dinyatakan bebas tanpa sepeser syarat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun