kursi: jabatan politik dan jabatan karir, itu biasalah.
Soal berebutLempar kursi juga sama-sama melinglungkan. Yang melempar kursi lagi linglung tujuh keliling, karena hajatan dan kepentingannya tidak kesampaian.
Kursi yang dilempar dimaksud, yaitu kursi kosong.
Jangankan kursi kosong diminati hingga diperebutkan, apalagi kursi empuk yang jelas-jelas sudah diduduki oleh orang yang berhak.
Lalu orang lain pasang kuda-kuda untuk mengincarnya. Ampun kenikmatan instan! Pergerakan jalan pintas juga lain ceritanya.
Alih-alih penonton dan pembaca setia merasa linglung terhadap berita tentang kasat-kusut perebutan kursi kosong yang digonjang-ganjingkan melalui media.Â
Daripada dilanda kelinglungan, lebih baik penonton dan pembaca mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang membuatnya tersenyum bahagia.
Tidak keliru, peristiwa memalukan akan dilupakan, seperti angin berlalu.Â
Tetapi, mereka menjadi "tontonan terbuka" dan terekam dalam layar televisi dan media sosial atau layar internet.
Ingar-bingar pembicaraan dalam ruangan setidak-tidaknya menyimpan rekaman jejak dan bekas melalui ingatan kita.
Begitukah tingkah kita hanya perkara kursi (kosong)? Memang, nyatanya kursi tidak kosong.Â