"Secepat itu? Belum juga satu jam ..." Aku berkerut kening.
"Iya! Surat balasannya ada dua lagi. Satu untuk aku dan satu lagi untuk Mama!"
"Hah? Untuk mama?"
"Iya!" Ia menyodorkan amplop ke arahku. Sejenak aku tertegun. Otakku mulai diliputi rasa bingung. Kenapa surat balasan mesti ada dua?
"Punyaku sudah kubaca, Ma." Ia memamerkan amplop di tangannya dengan mata berbinar -binar.
"Oh, ya? Apa isinya?" Aku mendekatkan wajah.
"Ayah bilang, ia juga rindu.'
Aku terdiam.
Pikiranku sontak tertuju pada lelaki berseragam coklat di kantor pos itu. Pasti orang itu yang melakukannya, membalas surat anakku.Â
Ya, pasti dia!
Tapi tunggu dulu. Bagaimana dengan surat yang satu lagi? Masa orang itu juga menyuratiku? Untuk apa?