"Ibu bisa menitipkannya pada saya." Orang itu menawarkan diri. Aku mengangguk. Kuserahkan amplop berwarna putih itu kepadanya sebelum meneruskan langkah menuju pulang.
Di ambang pintu bocah berambut gondrong itu sudah menungguku.
"Suratnya sudah dikirim, kan, Ma?"
"Sudah."
"Makasih, Ma! Oh, ya. Kira-kira suratku dapat balasan tidak?"
"Pasti dapat, dong!"
"Kok, bisa? Kan aku tidak menulis alamat lengkap. Di amplop itu cuma kutulis;Â Untuk Ayah di Surga."Â Ia melirihkan suaranya. Aku membungkukkan badan, meraih pundaknya lalu membisiki sesuatu.
Sontak ia tersenyum lebar.
***
"Maaaa...suratku sudah dapat balasan!"
Ia berseru lantang. Kaki kurusnya lincah bergerak menemuiku di dapur. Gegas kumatikan kompor, membasuh tangan, lalu berbalik badan menghadap ke arahnya.