Mohon tunggu...
Edward EfendiSilalahi
Edward EfendiSilalahi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Manajemen di Universitas 17 Agustus 45 Jakarta

Menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mandiri dan berkelanjutan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi: Patologi Demokrasi Indonesia

8 Oktober 2019   13:05 Diperbarui: 8 Oktober 2019   13:18 1325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pejabat mogul (official Moguls) adalah mereka yang sepenuhnya memiliki keleluasaan politik untuk melakukan korupsi. Keleluasaan menunjuk pada derejat kebebasan secara politik untuk melakukan korupsi terkesan tidak ada yang menghalanginya.

Johnston memberikan dua pengertian pejabat mogul.Pertama,pejabat mogul diartikan sebagai pejabat atau politisi yang secara sengaja memperkaya diri sendiri melalui jalan korupsi dengan cara mengkonversi keseluruhan aparatur negara seakan akan menjadi organisasi privat yang diperlukan untuk mengakumulasi laba bagi diri mereka.Pengertian kedua menunjuk pada adanya pebisnis ambisius yang membangun sekaligus menjadikannya sebagai partner dan oleh karena itu pebisnis tersebut seakan akan menjadi pejabat tidak resmi dalam negara.Apapun pengertiannya,masyarakat sipil sepertinya diminta menjauh dari urusan politik.Kekuasaan politik sengaja didisain untuk berada ditangan sangat sedikit orang,dan merekalah yang berkuasa hampir mutlak.

Secara keseharian mungkin saja politik terlihat stabil tetapi dalam bahasa sehari-hari disebut stabilitas semu. Peluang partisipasi ekonomi mungkin terus meningkat, demikian pula kesejahteraan rakyat akan membaik secara perlahan, bahkan mungkin juga bisa dengan cepat, tetapi kalimat Johnston "but citizens are expected to leave power and government to the view." Secara ekonomi dikenal dengan sebutan efek tetesan kebawah (trickle down effect), meskipun seberapa kecilnya tetesan itu.

KONDISI OBJEKTF PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

Sebenarnya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah lama dilakukan oleh pemerintah bahkan menurut Andi Hamzah, Indonesia merupakan negara Asia pertama yang mempunyai peraturan khusus pemberantasan korupsi. (11)

Pada awalnya ada tiga aturan pemberantasan korupsi yang dibuat oleh penguasa militer, yaitu Peraturan Nomor: PRT/PM/06/1957 tanggal 9 April 1957, Peraturan Nomor: PRT/PM/03/1957 tanggal 27 Mei 1957 dan Peraruran Nomor: PRT/PM/11/1957 tanggal 1 Juli 1957.

Dalam perkembangannya pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi.Walaupun telah ada pergantian Undang-Undang,namun korupsi bukannya menurun tetapi malah meningkat.Akhirnya pemerintah mengganti Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971 dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.Dalam Undang-Undang Aquo juga diatur tentang peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi(pasal 41).Selain itu,Undang-Undang Aquo juga mengamanatkan pembentukan Badan Anti Korupsi yang independen yang disebut KPK(pasal 43).Untuk menindak lanjuti amanat pasal 43 tersebut,pada tahun 2002 pemerintah bersama DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang kemudian diikuti dengan pembentukan lembaga KPK.

KPK dibentuk karena cara-cara konvensional yang dilakukan oleh lembaga Kejaksaan dan Kepolisian dianggap kurang efektif.KPK dilengkapi dengan kewenangan yang ekstra seperti penyadapan,penyitaan tanpa ijin ketua pengadilan dan lain sebagainya.Selain itu pasal 53 Undang-Undang KPK juga mengamanatkan tentang pembentukan Pengadilan Tipikor yang menangani perkara korupsi yang penuntutannya dilakukan penuntut umum yang ada pada KPK.Pasal 53 Undang-Undang KPK kemudian dibatalkan Mahkamah Konstitusi,akhirnya pemerintah bersama DPR mengeluarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang pengadilan Tipikor yang menangani semua perkara korupsi,baik yang penuntutannya diajukan oleh KPK maupun yang diajukan oleh Kejaksaan.

Secara garis besar upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu Non-Penal (pencegahan) dan Penal (penindakan). Oleh karena itu kondisi objektif pemberantasan korupsi juga ditinjau dari aspek pencegahan dan penindakan.

A.1. Pencegahan

Upaya pencegahan merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka terjadinya tindak pidana korupsi. Beberapa upaya pemerintah guna mencegah terjadinya dan meluasnya praktik KKN dalam penyelenggaraan negara, antara lain melaksanakan reformasi birokrasi, pelaporan harta kekayaan pejabat negara, penyuluhan hukum dan kampanye anti korupsi, serta melaksanakan keterbukaan informasi publik.

  • Reformasi Birokrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun