Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Di Balik Pagar Itu, Anakku Bertumbuh

27 Mei 2025   19:10 Diperbarui: 29 Mei 2025   10:19 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bunda tersayang,

Aku menulis ini setelah apel malam. Lampu barak sudah akan dimatikan, tetapi aku meminta izin untuk menulis dulu. Tiga hari di sini rasanya seperti sebulan. Bangun pukul 4 pagi, disambut peluit, lalu lari keliling lapangan. Baju harus rapi, lipatan handuk harus sejajar. Kalau tidak, push-up 20 kali. Awalnya aku merasa begitu marah, tetapi ternyata semua ini membuatku sadar: selama ini aku terlalu santai.

Hari ini aku menulis surat dari tempat yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Bukan karena aku menyesal ke sini, Bunda. Justru karena aku tak menyangka---tempat ini membuatku belajar hal-hal yang tidak pernah kudapatkan di rumah atau sekolah.

Dulu, aku pasti akan manyun kalau disuruh bangun pagi, tetapi di sini ... aku belajar bahwa kemauan harus bisa mengalahkan rasa malas. Aku mulai paham arti disiplin, bukan karena takut dihukum, tetapi karena kami di sini bergerak sebagai satu tim. Kalau aku lambat, temanku ikut kena imbasnya.

Hari pertama aku kaget. Latihan fisiknya bikin kakiku gemetar, tetapi entah kenapa, sekarang aku justru menanti-nanti waktu latihan. Di situ, kami tertawa, jatuh, bangkit, dan saling dorong supaya kuat. Rasanya seperti punya keluarga baru.

Sebagai penutup latihan malam ini, kami duduk melingkar. Pelatih bercerita tentang arti bela negara---bukan tentang perang, tetapi soal menghargai apa yang kita punya, menjaga, dan tidak mudah menyerah.

Bunda, maaf kalau selama ini aku banyak mengeluh, bahkan hal kecil saja bisa bikin aku kesal. Di sini, aku belajar bahwa hidup nggak bisa selalu nyaman, tetapi kita bisa memilih untuk tetap kuat.

Doakan aku sehat dan terus belajar jadi lebih baik, ya, Bunda. Aku kangen rumah, tetapi sekarang aku tahu: rindu juga adalah guru yang baik.

Peluk dari jauh,
Niko

Hari-hari berlalu, membawa serta sisa-sisa gelisah yang perlahan mengendap. Di antara rindu yang tak pernah benar-benar reda, surat dari Niko kembali hadir. 

Kalimat-kalimatnya kali ini lebih jernih, seperti air yang menemukan alirannya sendiri. Ada nuansa berbeda dalam tulisannya---seperti kedewasaan yang mengetuk pelan-pelan, mengabarkan bahwa dia sedang tumbuh, perlahan tetapi pasti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun