“Put ..... Putri... kalau.... kalau aku ikut pindah ke SMA Negeri 1 Majalengka, maukah kamu menerimaku ... sss... sebagai .....”
“Jangan ke Majalengka jika niatmu begitu Ngga. Nggak baik. Lebih baik kamu fokus belajar di Krangkeng ini lebih optimal. Lagi pula .... nggg..... bukannya sahabatku Yelisa suka sama kamu Ngga?”
“Nggg..... ngg..... “ Anggara menggaruk-garuk kepala yanag tidak gatal.
“Mulailah dengan Yelisa Ngga....”
“Nggak Put ..... hati nggak bisa dipaksa.”
“Alhamdulillaaah .... klop dengan pendapatmu itu Ngga. Hati nggak bisa dipaksa. Jadi, jangan bersedih dengan kepindahanku ya Ngga.”
Anggara diam. Beberapa saat ditatapnya mata Putri. Putri mengangguk. Anggara menggeleng. Beberapa saat kemudian keduanya tampak seperti memahami kejadian hari ini. Putri memang paham, ia harus meninggalkan Krangkeng. Majalengka telah menantinya.
Ting-ting-tong!
Putri kaget. Telephone masuk. Lamunannya tentang Anggara dengan SMA Krangkengnya hilang. Touring ke Krangkeng hanya lamunan. Hanya teman dekat yang bisa masuk ke nomor ini. Menerima telephone dari sahabatnya ia sangat senang. Besok pagi-pagi buta harus sudah ke salon. Perpisahan alumni 2016 besok memang harus tampak perubahan. Paling tidak dalam bentuk bungkus atau fisik. Hati sulit untuk berubah. Termasuk kejengkelannya kepada Radite belum juga hilang.
***
Pagi hari pukul setengah delapan Putri sudah melangkah masuk gerbang sekolah. High heels yang dipakainya benar-benar merepotkan jalannya. Tak seperti biasanya memakai sepatu keds ganesha, kali ia harus ekstra hati-hati menghindari keseleo.