"Mengapa kau mencari Badar?"
"Dia teman setiaku. Bahkan dengan menyebut namaku, dia ingin membantu orang lain karena dosanya."
"Akan tetapi waktuku akan segera habis. Aku harus menemukan Badar sebelum cahaya itu membiaskan dosa-dosa orang-orang itu."
***
Suara isak tangis itu belum berhenti juga meski sudah dua hari berlalu. Apa mata mereka masih membusungkan air matanya. Tiba-tiba saja aku teringat sesuatu akan ayat itu. Ayat itu pergi kepada orang tuaku atau ayat itu pergi kepada guru mengajiku. Mungkinkah hal itu terjadi. Ayat itu kembali sebelum cahaya itu datang. Apa aku sudah terlambat?
Kemudian aku pun menunggu ayat itu datang ke rumahku. Di atas puing-puing rumahku aku pun membaringkan tubuhku. Dengan biasanya aku menatap ke langit untuk menghitung bintang-bintang. Dan aku mulai melukiskan awan dalam bentuk apa pun. Ayat itu pasti kembali. Mencariku di malam yang sunyi. Di saat orang-orang sedang tertidur. Sebelum cahaya itu membiaskan dosa-dosaku.
Aku jauh dari teriakan kelaparan. Aku tidak mendengar orang-orang menangisi sanak saudaranya yang sudah tiada. Aku tidak melihat orang-orang yang berebut tempat tidur atau selimut yang dikenakan untuk mengusir malam ini. Saat ini aku berada di antara mimpi dan nyata.
"Hai... Badar."
"Ahhh."
"Kau mau aku temani berbaring di sini dan kemudian menyebut ayat itu kembali bersama-sama."
"Ayat itu kemarin mencarimu."