"Hampir tiga ratus."
      "Kau tidak istirahat dulu. Menutup semua jendela dan pintu. Karena rumahmu kosong. Dan mungkin pencuri tidak mengetahui kalau kau ada di atas atap rumahmu."
      Aku menggelengkan kepalaku.
      "Nanti dosaku menjadi bertambah" jawabku.
      "Tidak. Aku akan menjadi saksi. Kau tidak berdosa"
      Tetap saja aku menggelengkan kepala. Aku terus melekukkan jari-jariku agar tidak lupa jumlah untuk menyebutkan ayat itu. Padahal malam itu sudah begitu larut. Aku ingin mendapat jatah dari Tuhan. Malam ini saja. Kemudian aku akan membagikannya pada orang-orang yang keluyuran di malam hari. Mengobral nafsunya untuk berbuat dosa.
      Terdengar dengungan nyamuk saling berebutan untuk mengambil darahku. Aku berdiam saja. Aku mengajaknya untuk menyebut ayat itu dengan upah darahku. Mereka berputar. Mencari lahan kosong di tubuhku yang tidak sehelai benang pun menutupinya.Â
      "Kalian mau darahku?"
      Mereka menganggukkan kepala dan terus mengibaskan sayap-sayapnya.
      "Kalian sebutlah ayat ini dan aku merelakan darahku untuk dihisap sebagai makan malam kalian"
      Nyamuk-nyamuk berbisik di dekat telingaku.