Aku tersenyum sambil menggenggam tangannya. Tak tahu apakah harus merasa senang dengan kehamilan Esra. Harusnya sebagai seorang suami yang normal, kehadiran seorang anak adalah kebahagiaan yang tak terkira. Tapi mengapa tak bisa meluapkannya hingga Esra tahu betapa senangnya aku karena dianugerahi seorang anak.
"Abang tidak bahagia?"Tanyanya tampak sedikit merajuk.
Esra mungkin bisa merasa atau hanya menebak-nebak saja.
"Pasti bahagia...kamu ingin anak kita laki-laki atau perempuan?"Tanyaku sambil menyembunyikan kegundahan.
"Perempuan..."Jawabnya dengan mata yang bersinar.
                                 ****
Nina gadis Jawa itu, aku sudah mengenalnya beberapa tahun yang lalu. Saat menghadiri pesta pernikahan sepupuku Maruli. Nina datang bersama kakak laki-lakinya yang ternyata teman SMAku dulu. Perkenalanku dengan Nina di pesta itu membuat aku terbayang-bayang akan sosoknya. Nina bagaikan mimpi yang menjadi nyata. Sejak remaja aku memang membayangkan bertemu seorang perempuan seperti Nina. Kalau hari itu aku bisa menjumpainya, aku tak akan membiarkan asa itu terbang melambung jauh...aku akan mengejarnya dan membawanya dalam bahtera hidup yang sedang kubangun.
"Bagaimana kalau kita ke rumah?"
"Aku harus membawamu bertemu mama dan papa."
"Jangan bang...belum saatnya."
"Abang kan bilang sendiri kalau mama dan papa ingin abang jadian dengan Esra."Jawab Nina dengan wajah sedih.