Mohon tunggu...
Wayan Eka Candra Dewi
Wayan Eka Candra Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manusia sebagai Mahkluk Jasmani dan Rohani

14 September 2025   08:47 Diperbarui: 14 September 2025   07:43 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jiwa dan Eksistensi

Dalam berbagai tradisi filsafat dan agama, jiwa dipahami sebagai unsur nonfisik yang menjadi inti keberadaan manusia. Ia bukan sekadar “nyawa” yang menghidupkan tubuh, tetapi hakikat terdalam yang memberi kesadaran, kehendak, dan arah hidup. Dalam Hindu, jiwa ini dikenal sebagai Atman, percikan ilahi yang kekal, tidak lahir dan tidak mati, dan pada hakikatnya identik dengan Brahman, sumber dari segala yang ada. Kesadaran akan Atman meneguhkan keyakinan bahwa kehidupan tidak berhenti pada dimensi materi—kekayaan, tubuh, atau status sosial—melainkan merupakan perjalanan rohani menuju penyatuan kembali dengan sumber ilahi.

Ajaran ini mendorong manusia untuk memandang hidup sebagai proses pembelajaran dan penyucian batin. Dengan menyadari bahwa Atman bersifat abadi, umat Hindu diajak untuk menata pikiran, ucapan, dan tindakan agar selaras dengan dharma. Setiap perbuatan akan meninggalkan jejak melalui hukum karma, dan perjalanan jiwa melintasi banyak kelahiran adalah kesempatan untuk terus menyempurnakan diri hingga mencapai moksha, kebebasan tertinggi.

Pandangan filsafat eksistensial menambahkan lapisan makna yang sejalan: keberadaan manusia menemukan nilai bukan dari apa yang dikumpulkan, melainkan dari kontribusi terhadap sesama, alam, dan kehidupan itu sendiri. Hidup menjadi bermakna ketika seseorang memberi, merawat, dan menciptakan kebaikan yang melampaui kepentingan pribadi. Perspektif ini beririsan dengan ajaran Hindu tentang keseimbangan antara jagadhita (manfaat duniawi) dan pencarian moksha (pembebasan rohani).

Tujuan Hidup: Seimbang Duniawi dan Rohani

Prinsip kehidupan manusia dirangkum dalam kalimat “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”, yang menegaskan bahwa tujuan hidup sejati adalah keseimbangan antara dua ranah penting: jagadhita, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia, serta moksha, pembebasan rohani yang menuntun jiwa kembali menyatu dengan Brahman. Keduanya tidak dipandang sebagai pilihan yang saling meniadakan, melainkan dua sisi yang harus berjalan berdampingan.

Untuk menapaki jalan ini, umat Hindu menempuh tiga pilar utama. Tattwa menjadi landasan filsafat dan pemahaman mendalam tentang hakikat Tuhan dan alam semesta. Susila menuntun perilaku etis: mengendalikan pikiran, ucapan, dan perbuatan agar selaras dengan dharma. Upacara meliputi berbagai ritual dan persembahan yang menghubungkan manusia dengan kekuatan ilahi sekaligus mengasah rasa kebersamaan.

Selain itu, kehidupan ideal dilalui melalui tahapan Catur Asrama, empat fase yang menggambarkan perkembangan spiritual dan sosial manusia.

1.Brahmacari: masa belajar dan menanam disiplin moral.

2.Grhasta: masa berumah tangga, bekerja, dan berkontribusi bagi masyarakat.

3.Vanaprastha: masa melepaskan keterikatan duniawi, memperdalam tapa dan kebijaksanaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun