Mohon tunggu...
Wayan Eka Candra Dewi
Wayan Eka Candra Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manusia sebagai Mahkluk Jasmani dan Rohani

14 September 2025   08:47 Diperbarui: 14 September 2025   07:43 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hakikat Manusia dan Panca Sradha

Manusia sebagai Makhluk Jasmani dan Rohani

Dalam pandangan Hindu, manusia dipahami sebagai kesatuan antara badan jasmani dan jiwa rohani. Tubuh fisik dengan seluruh unsur materi seperti tanah, air, api, udara, dan Ruang hanya menjadi wadah sementara yang memungkinkan kita bergerak, merasakan, dan berinteraksi dengan dunia. Di baliknya, terdapat Atman, jiwa ilahi yang kekal dan menjadi sumber kehidupan sejati. Atman bukan sekadar “nyawa”, melainkan percikan Brahman yang abadi, tidak lahir dan tidak mati.

Tanpa keberadaan Atman, tubuh hanyalah raga tanpa daya, seperti perahu tanpa pengemudi. Kesadaran bahwa hakikat manusia sejati terletak pada Atman menuntun umat Hindu untuk melihat kehidupan fisik bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai sarana rohani. Segala pengalaman—suka dan duka, keberhasilan dan kegagalan—dilihat sebagai bagian dari proses penyucian jiwa agar semakin mendekati kesempurnaan.

Pemahaman ini juga menumbuhkan rasa hormat terhadap kehidupan, baik terhadap diri sendiri, sesama, maupun alam. Menjaga kesehatan tubuh, mengendalikan pikiran, dan bertindak sesuai dharma dipandang sebagai bentuk pemeliharaan terhadap anugerah jasmani sekaligus penghormatan kepada Atman yang bersemayam di dalamnya. Dengan memandang manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani, ajaran Hindu mengajarkan keseimbangan: merawat tubuh sebagai alat, sambil terus menapaki perjalanan menuju kebebasan rohani dan penyatuan dengan Brahman.

Hakikat Manusia Menurut Hindu

Ajaran Hindu menggambarkan manusia melalui konsep Tri Sarira, yang melihat manusia sebagai kesatuan dari tiga lapisan keberadaan.

Stula Sarira adalah badan kasar yang tampak secara fisik—tubuh yang terbentuk dari panca maha bhuta: tanah, air, api, udara, dan ruang. Tubuh ini memungkinkan kita bergerak, merasakan, dan berinteraksi dengan dunia, tetapi sifatnya fana dan akan kembali ke unsur alam ketika kita meninggal.

Suksma Sarira merupakan badan halus yang mencakup pikiran, perasaan, dan indra. Di sinilah tersimpan emosi, keinginan, dan kecerdasan; bagian yang membuat manusia mampu merenung, mencipta, dan memilih jalan hidupnya.

Antahkarana Sarira, sering dipahami sebagai Atman, adalah inti terdalam yang abadi. Inilah percikan ilahi yang tidak lahir dan tidak mati, sumber kesadaran murni yang menuntun manusia kembali pada Brahman.

Melalui lensa Tri Sarira, manusia tidak dipandang hanya sebagai entitas biologis, tetapi sebagai mikrokosmos (bhuana alit) yang mencerminkan makrokosmos (bhuana agung). Unsur pembentuk tubuh seperti tanah, air, api, udara, dan Ruang adalah sama dengan unsur yang menyusun alam semesta, menandakan hubungan erat antara manusia dan kosmos.

Jiwa dan Eksistensi

Dalam berbagai tradisi filsafat dan agama, jiwa dipahami sebagai unsur nonfisik yang menjadi inti keberadaan manusia. Ia bukan sekadar “nyawa” yang menghidupkan tubuh, tetapi hakikat terdalam yang memberi kesadaran, kehendak, dan arah hidup. Dalam Hindu, jiwa ini dikenal sebagai Atman, percikan ilahi yang kekal, tidak lahir dan tidak mati, dan pada hakikatnya identik dengan Brahman, sumber dari segala yang ada. Kesadaran akan Atman meneguhkan keyakinan bahwa kehidupan tidak berhenti pada dimensi materi—kekayaan, tubuh, atau status sosial—melainkan merupakan perjalanan rohani menuju penyatuan kembali dengan sumber ilahi.

Ajaran ini mendorong manusia untuk memandang hidup sebagai proses pembelajaran dan penyucian batin. Dengan menyadari bahwa Atman bersifat abadi, umat Hindu diajak untuk menata pikiran, ucapan, dan tindakan agar selaras dengan dharma. Setiap perbuatan akan meninggalkan jejak melalui hukum karma, dan perjalanan jiwa melintasi banyak kelahiran adalah kesempatan untuk terus menyempurnakan diri hingga mencapai moksha, kebebasan tertinggi.

Pandangan filsafat eksistensial menambahkan lapisan makna yang sejalan: keberadaan manusia menemukan nilai bukan dari apa yang dikumpulkan, melainkan dari kontribusi terhadap sesama, alam, dan kehidupan itu sendiri. Hidup menjadi bermakna ketika seseorang memberi, merawat, dan menciptakan kebaikan yang melampaui kepentingan pribadi. Perspektif ini beririsan dengan ajaran Hindu tentang keseimbangan antara jagadhita (manfaat duniawi) dan pencarian moksha (pembebasan rohani).

Tujuan Hidup: Seimbang Duniawi dan Rohani

Prinsip kehidupan manusia dirangkum dalam kalimat “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”, yang menegaskan bahwa tujuan hidup sejati adalah keseimbangan antara dua ranah penting: jagadhita, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia, serta moksha, pembebasan rohani yang menuntun jiwa kembali menyatu dengan Brahman. Keduanya tidak dipandang sebagai pilihan yang saling meniadakan, melainkan dua sisi yang harus berjalan berdampingan.

Untuk menapaki jalan ini, umat Hindu menempuh tiga pilar utama. Tattwa menjadi landasan filsafat dan pemahaman mendalam tentang hakikat Tuhan dan alam semesta. Susila menuntun perilaku etis: mengendalikan pikiran, ucapan, dan perbuatan agar selaras dengan dharma. Upacara meliputi berbagai ritual dan persembahan yang menghubungkan manusia dengan kekuatan ilahi sekaligus mengasah rasa kebersamaan.

Selain itu, kehidupan ideal dilalui melalui tahapan Catur Asrama, empat fase yang menggambarkan perkembangan spiritual dan sosial manusia.

1.Brahmacari: masa belajar dan menanam disiplin moral.

2.Grhasta: masa berumah tangga, bekerja, dan berkontribusi bagi masyarakat.

3.Vanaprastha: masa melepaskan keterikatan duniawi, memperdalam tapa dan kebijaksanaan.

4.Bhiksuka (Sannyasa): masa pengabdian penuh dan kontemplasi total, memusatkan diri pada pencarian moksha.

Keseluruhan jalan ini mengajarkan bahwa kesejahteraan duniawi dan kebebasan rohani bukan tujuan yang terpisah. Jagadhita memberi dasar keseimbangan hidup sosial dan materi, sedangkan moksha menjadi puncak perjalanan jiwa.

Panca Sradha: Lima Keyakinan Dasar

Fondasi ajaran Hindu terangkum dalam Panca Sradha, lima yang menuntun cara berpikir dan bertindak manusia.

1.Widhi Sradha – keyakinan kepada Brahman, Tuhan yang Maha Esa, sumber dan tujuan seluruh alam semesta.

2.Atman Sradha – keyakinan bahwa setiap makhluk hidup memiliki Atman, jiwa abadi yang merupakan percikan ilahi, penggerak sejati di balik raga.

3.Karma Phala Sradha – keyakinan akan hukum sebab-akibat: setiap perbuatan, baik atau buruk, pasti membawa konsekuensi yang akan dialami pada waktunya.

4.Punarbhawa Sradha – keyakinan akan kelahiran kembali atau reinkarnasi, di mana jiwa berevolusi melewati banyak kehidupan untuk menyempurnakan diri.

5.Moksha Sradha – keyakinan akan kemungkinan pembebasan jiwa, yaitu bersatunya Atman dengan Brahman sebagai tujuan tertinggi keberadaan.

Kelima keyakinan ini bukan sekadar konsep teologis, tetapi menjadi pedoman praktis dalam keseharian. Umat Hindu menghidupinya melalui Tri Kaya Parisudha: pemurnian pikiran (manacika), ucapan (wacika), dan tindakan (kayika). Dengan menjaga kesucian ketiga dimensi ini, umat menyeimbangkan kehidupan lahiriah dan batiniah, serta menapaki jalan menuju moksha.

Karma dan Reinkarnasi

Dalam ajaran Hindu, karma adalah hukum sebab-akibat yang mengatur seluruh alam semesta: setiap pikiran, ucapan, dan tindakan membawa konsekuensi yang tak terelakkan. Hukum ini tidak dipandang sebagai hukuman, melainkan mekanisme kosmis yang menyeimbangkan perbuatan dengan hasilnya. Karma terbagi menjadi tiga bentuk utama:

1.Sancita Karma – kumpulan seluruh perbuatan dari kehidupan-kehidupan lampau yang tersimpan sebagai potensi. Ia seperti benih yang menunggu saat yang tepat untuk tumbuh.

2.Prarabdha Karma – bagian dari sancita yang telah matang dan sedang berbuah dalam kehidupan sekarang, menentukan kondisi lahir, pengalaman suka dan duka, serta berbagai peristiwa besar dalam hidup.

3.Kriyamana Karma – karma yang sedang kita ciptakan melalui tindakan saat ini, yang akan memengaruhi kehidupan mendatang.

Dari sudut pandang ini, reinkarnasi (punarbhawa) dipahami sebagai kesempatan bagi jiwa untuk menapaki proses penyucian. Kelahiran kembali bukan sekadar pengulangan hidup, tetapi peluang memperbaiki dan menyeimbangkan karma agar jiwa semakin mendekati kesadaran murni. Siklus kelahiran dan kematian berlangsung hingga karma terselesaikan dan Atman mencapai moksha, kebebasan penuh yang menyatukan jiwa dengan Brahman. Sehingga Kesadaran akan hukum ini menuntun manusia untuk berhati-hati dalam setiap pikiran dan tindakan, karena semua berjejak dan menentukan perjalanan jiwa di masa depan.

Tantangan Moral di Era Modern

Di tengah arus modernisasi dan kemudahan teknologi, muncul tantangan baru bagi pemeluk Hindu dalam menghayati ajaran Panca Sradha. Banyak orang mengaku beriman—percaya pada Brahman, karma, dan kelahiran kembali—namun kurang menampakkan keyakinan itu dalam perilaku sehari-hari. Fenomena seperti pamer kesalahan di media sosial, ujaran kebencian, atau perilaku konsumtif berlebihan menjadi contoh nyata jurang antara keyakinan dan praktik.

Refleksi kontemporer menegaskan bahwa keyakinan bukan sekadar pengakuan lisan atau ritual seremonial. Dharma menuntut keselarasan antara pikiran, ucapan, dan tindakan. Tanpa pengendalian diri dan pemahaman akan hukum karma, Panca Sradha hanya menjadi slogan kosong. Pesan yang diangkat para pemikir Hindu modern jelas: iman sejati harus tercermin dalam perbuatan—dari cara kita memperlakukan orang lain, menjaga alam, hingga mengelola dunia digital. Dengan menyeimbangkan kemajuan zaman dan nilai dharma, umat Hindu dapat tetap setia pada ajaran leluhur sekaligus relevan dalam kehidupan modern.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun