Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Daulat Tuanku

29 November 2024   06:17 Diperbarui: 29 November 2024   06:28 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Daulat Tuanku. Gambar oleh JITET (Kompas) via kompas.com

Keluar rumahlah barang sejenak. Berjalan lewati jalan-jalan yang kemarin terbakar. Karena janji yang diingkari. Mungkin ada yang bertanya, atau memang orang-orang tak perlu bertanya. Mereka sibuk mencari jawaban untuk dirinya sendiri. Berapa lama hati yang rusuh akan terbasuh. Berapa cepat harapan akan mendekat

Lalu banyak orang berkerumun di lapangan. Katanya ada pemilihan kepala daerah. "Kemarin kami mendapat sembako murah," sesuara. Menyelinap secara senyap.

Hitung cepat! Hitung cepat! Seorang mantan Presiden ternyata masih sakti. Nomer yang dipasang pada kuda aduannya melesat di depan. Katanya itu kuda tunggangan. Tak jelas siapa yang menunggang, siapa yang ditunggangi. Matahari harus satu, tak boleh ada kembarannya. Tapi balas budi adalah tali kendali 

Ini negeri siapa yang punya. Daulat rakyat hanya dalam teori. Karena daulat hanya milik tuanku yang punya kursi

***

Lebakwana, November 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Republik Kata-Kata

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun