Malam itu, saat mereka duduk di beranda, laut di kejauhan, rumah di belakang mereka, dia menyerahkan botol itu pada Maurice. Dia menatap botol itu, lalu menatap Anggun.
"Untukku?"
Anggun mengangguk.
"Untuk kita. Untuk apa yang kita ciptakan di sini."
Maurice mencium tutup botol, memejamkan mata. "Baunya seperti ... kebebasan."
Mereka terdiam. Lalu Anggun bertanya, nyaris berbisik, "Apakah kamu terkadang memikirkan ... lebih?"
Maurice tidak langsung menjawab.
"Ya. Tapi aku tidak ingin terburu-buru. Aku tidak ingin menghancurkan apa yang sedang tumbuh."
Anggun mengangguk. Dan untuk pertama kalinya, dia merasa bukan berada di antara dua dunia, melainkan di tengah dunia yang baru.
Maka malam itu berakhir dalam keheningan. Yang tak hampa, melainkan penuh harapan.
***