Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Semerbak Lavender di Kintamani: Bab Tiga Belas

9 Oktober 2025   19:53 Diperbarui: 9 Oktober 2025   19:53 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Keesokan paginya, Anggun sudah berada di luar ketika truk pikap Maurice berbelok ke jalan masuk. Angin bertiup dari laut, membawa aroma asin rumput laut dan kicauan burung camar dari jauh.

Maurice keluar, mengenakan celana jin, kaus abu-abu, dan memegang termos. "Kuharap kau masih meminumnya tanpa gula." Dia tersenyum. "Dan kental."

Mereka duduk di tangga teras, kopi mengepul di udara yang jernih. Untuk beberapa saat, mereka nyaris tak berbincang. Hanya suara angin yang bergumam di latar belakang, dan derit talang air mengingatkan mereka bahwa rumah itu sedang menunggu---uluran tangan, untuk kehidupan.

Lalu Maurice berdiri, meregangkan tubuh, dan berjalan ke mobil.

"Aku membawa banyak barang. Cat, kuas, sekrup, dempul. Dan suasana hati yang baik."

Anggun tertawa pelan. "Itulah yang paling kita butuhkan."

Hari pertama terasa sulit. Di lorong, mereka merobek kertas dinding yang terkelupas menjadi lembaran-lembaran tebal, menebarkan bau lem pasta dan kertas tua. Maurice bekerja dengan tenang, dengan gerakan yang presisi. Dia tak banyak bicara, tetapi ketika dia bicara, ucapannya langsung ke intinya.

Anggun belajar kembali menggunakan tangannya. Jari-jarinya terasa kasar, lengannya lelah---tetapi dia merasakan kepuasan mendalam yang belum pernah dia rasakan di laboratorium atau kontes aroma mana pun.

Pada hari kedua, mereka membereskan ruang tamu. Bersama-sama, mereka melepas penutup furnitur. Di bawah salah satu penutup, sebuah kursi bersayap tua muncul---berdebu tetapi masih utuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun