Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Semerbak Lavender di Kintamani: Bab Dua Belas

8 Oktober 2025   18:46 Diperbarui: 8 Oktober 2025   18:46 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Sebuah taksi menunggu di lobi. Sopirnya menyambut Anggun dengan hangat, tak mengenalinya. Untung saja.

Perjalanan menyusuri kota terasa begitu panjang. Lampu lalu lintas. Lokasi konstruksi. Orang-orang dengan cangkir kopi siap saji bergegas menuju tujuan mereka.

Kota yang sama tempat dia tinggal, bekerja, dan tumbuh selama bertahun-tahun. Namun dia merasa seperti orang asing. Bukan bermusuhan---hanya tak lagi merasa diterima. Seolah-olah dia hanyalah seorang pengunjung.

Dia keluar di depan gedung parfum. Resepsionisnya, seperti biasa, dingin dan efisien. Fasad kaca memantulkan sosok yang hampir tak dikenalinya lagi. Dia mengangguk kepada resepsionis dan melangkah mantap menyusuri lorong, melewati rekan-rekan yang terburu-buru dengan tablet di tangan atau bergegas menyusuri koridor dengan ponsel mereka. Tak seorang pun menghentikannya. Tak seorang pun melihatnya hari ini sebagai apa pun selain rekan kerja yang baru kembali dari akhir pekan di pulau.

Laboratorium itu sunyi. AC berdengung pelan, ratusan botol kecil berdiri di rak kaca seperti tentara dalam pasukan penciuman. Anggun menurunkan tasnya dari bahu dan meletakkannya di atas meja. Tangannya tidak gemetar.

Dia tenang. Pikirannya jernih.

Dr. Pietro Salce memasuki ruangan kurang dari sepuluh menit kemudian. Seperti biasa, dengan setelan jas, rambutnya disisir rapi ke belakang, dan aroma vetiver yang samar tercium darinya. Dia memegang cangkir teh dan menatapnya dengan heran.

"Ah, Anggun. Aku kira kau sudah kembali sore ini. Bagaimana presentasinya?"

Anggun menatapnya tajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun