"Kalau bumi datar, mengapa kita tidak bisa melihat Pralayapura dari sini?"
Aku mundur selangkah, agak tersinggung. Aku tidak peduli dengan nada bicaranya yang sombong. Seandainya aku yang baru saja mati dan hidup kembali, aku akan lebih semangat berbicara dengan tetanggaku.
"Karena terlalu jauh."
"Berapa, lima kilometer?"
"Tentu."
"Menurutmu kita tidak bisa melihat sejauh lima kilometer secara lurus? Kita bisa melihat bintang-bintang. Menurutmu seberapa jauh jarak bintang-bintang itu?"
Tika menyelipkan komputernya di bawah lengannya. "Triliunan. Bintang-bintang berjarak triliunan kilometer jauhnya."
Dia berbalik untuk pergi.
"Tunggu," panggil Wisnu. "Ada apa di bawah sana?"
"Lebih dari yang ada di sini."
Tika tertawa. Dia terus tertawa, sepanjang jalan melintasi trotoar. Ketika tawa itu akhirnya berhenti, bukan karena Tika berhenti tertawa, melainkan karena dia terlalu jauh untuk didengar.