Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Pinggir Bumi

1 September 2025   12:12 Diperbarui: 1 September 2025   12:02 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

"Bisakah diperbaiki?"

"Saya khawatir tidak bisa. Saya akan dengan senang hati mendaur ulang perangkat kerasnya."

Dengan komputer Tika di keranjangku dan kaleng minuman bersoda di keranjang Wisnu, kami berkendara hingga ke pinggir bumi. Aku dan Wisnu melintasi tempat parkir, ke bagian pagar tempat Tika melompat minggu lalu. Ada sesuatu yang menyebabkan rantai kawat ayam di sana lama kelamaan melorot, turun sampai ke pinggang kami.

Aku dan Wisnu memiringkan kepala melampaui pagar. Permukaan tebing itu lebih datar dari apa pun, berupa potongan granit vertikal, begitu bersih hingga tampak seperti basah. Terjun bebas tidak akan terhalang jika bukan karena awan serupa kapas yang menggelegak sekitar seratus kaki di bawah hidung kami, membuka dan menutup di sekitar hamparan langit biru. Sulit dipercaya bahwa Tika tidak terpental beberapa kali di atas awan itu sebelum jatuh melewatinya.

Wisnu meletakkan kaleng minuman bersoda di atas kawat ayam yang melorot, menumpahkan soda ke awan.

"Untuk Tika," katanya sambil melihat ke dalam celah kalengnya yang kini kosong. Aku menyerahkan minumanku padanya.

"Kamu yakin?"

"Aku sedang tidak kepingin."

Hadiahku untuk Tika adalah memastikan bahwa peninggalannya ikut tiada. Itulah yang dimaksud dengan melompat dari Bumi. Bukan mati, melainkan lenyap sama sekali.

Aku mengambil laptop Tika untuk menjatuhkannya ke tepian. Wisnu sedang berdiri membungkuk dengan tangan bertumpu ke lutut. Dia memeriksa tali yang terjepit di celah trotoar.

Tali itu meliuk-liuk melewati anak tangga di kawat ayam dan jatuh ke ujung bumi. Aku dan Wisnu berusaha melihat lebih jauh ke bawah tebing, tapi kami tidak bisa menemukan ujung talinya. Wisnu terus menariknya sampai kemudian seseorang muncul menembus awan. Dia menarik talinya, satu tangan di depan tangan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun