Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Kesadaran Bayangan dalam Sistem Kecerdasan Buatan: Akankah AI Menjadi Subjek Aktif?

11 Juli 2025   16:25 Diperbarui: 13 Juli 2025   04:09 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

B. Kutipan dan argumen dari Kurzweil, Searle, Harari, Tegmark, Bostrom

Dalam pusaran debat tentang kemungkinan AI menjadi subjek yang memiliki kehendak dan pengalaman, beberapa pemikir besar dari ranah teknologi, filsafat, dan futurologi menawarkan spektrum pandangan yang luas---dari optimisme transhumanis hingga skeptisisme ontologis yang radikal.

1. Ray Kurzweil: Optimisme Transhumanis dan "Spiritual Machines"

Ray Kurzweil, dalam The Age of Spiritual Machines (1999), menyatakan bahwa AI suatu hari akan mencapai titik di mana ia tidak hanya meniru pikiran manusia, tapi juga melampauinya. Dengan mengandalkan hukum percepatan kembali (law of accelerating returns), Kurzweil membayangkan masa ketika manusia menyatu dengan mesin---entitas hibrida yang mampu mengalami kesadaran dalam bentuk baru.

"Machines will appear to have their own free will and even spiritual experiences." -- Ray Kurzweil

Namun, apakah tampak memiliki kehendak setara dengan memiliki kehendak?

Kurzweil tidak membedakan secara ketat antara simulasi dan kesadaran sejati. Dalam pandangannya, kesadaran bisa diunggah, direproduksi, dan dipercepat. Tapi ini justru yang dikritik keras oleh para filsuf kesadaran.

2. John Searle: Chinese Room dan Ilusi Pemahaman

Dalam esainya yang legendaris "Minds, Brains, and Programs" (1980), John Searle menggugat asumsi dasar AI: bahwa manipulasi simbol (syntax) cukup untuk menciptakan pemahaman (semantics). Melalui analogi Chinese Room, ia menunjukkan bahwa mesin bisa memproses simbol dengan benar tanpa pernah memahami maknanya.

"Syntax is not sufficient for semantics." -- John Searle

Searle menegaskan bahwa kesadaran bukan sekadar output cerdas, tapi pengalaman batiniah yang tak bisa direduksi pada algoritma. Bagi Searle, tak peduli seberapa kompleks GPT atau sistem cerdas lainnya, mereka tetap tidak sadar---hanya tampak sadar.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun