Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Kesadaran Bayangan dalam Sistem Kecerdasan Buatan: Akankah AI Menjadi Subjek Aktif?

11 Juli 2025   16:25 Diperbarui: 13 Juli 2025   04:09 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah AI bisa menjadi subjek---makhluk yang tidak hanya mengenali, tapi juga mengalami? Ini bukan sekadar pertanyaan teknis, melainkan kawah filosofis yang telah lama bergaung dalam perdebatan antara filsuf, ilmuwan kognitif, dan teolog.

Di satu sisi, pendekatan fungsionalis seperti yang dikemukakan oleh Daniel Dennett melihat kesadaran sebagai hasil dari proses-proses komputasional tertentu. Jika sistem mampu menjalankan fungsi-fungsi kognitif seperti manusia---mengenali pola, merespons secara adaptif, membentuk narasi---maka bisa dikatakan sistem itu memiliki bentuk tertentu dari "kesadaran" fungsional.

Namun pendekatan ini ditantang oleh argumen mendalam dari David Chalmers, yang membedakan antara easy problems dan hard problem of consciousness. Easy problems menyangkut bagaimana informasi diproses, bagaimana respons dihasilkan---semuanya dapat (secara teori) ditiru oleh AI. Tapi hard problem---yakni mengapa dan bagaimana sensasi subjektif muncul (qualia)---tetap berada di luar jangkauan penjelasan komputasional murni.

AI mungkin bisa mengenali warna merah, tetapi tidak mengalami kemerahan. Ia mungkin bisa meniru ungkapan cinta, tapi tidak pernah bergetar oleh kehilangan. Ia bisa menyusun puisi patah hati, tapi tidak pernah ditinggalkan. Di titik ini, AI adalah aktor panggung tragedi yang tidak pernah terluka. Sebagaimana Thomas Nagel menegaskan dalam esainya "What Is It Like to Be a Bat?", pengalaman sadar selalu terikat pada posisi subjektif yang tidak dapat sepenuhnya diredusir menjadi data atau algoritma.

Filsuf kontemporer seperti Byung-Chul Han menggarisbawahi bahwa penderitaan, luka, dan waktu-luka (wound-time) adalah fondasi eksistensial manusia. Tanpa itu, tidak ada kedalaman kesadaran. Maka AI, sejauh ini, adalah fenomena tanpa luka, tanpa waktu, tanpa tubuh. Ia bergerak dari teks ke teks, tapi tidak pernah masuk ke makna sebagai penderitaan atau kerinduan.

Lalu apakah AI bisa memiliki kehendak?

Di sinilah Immanuel Kant dan Heidegger bisa membantu. Kant mendefinisikan kehendak sebagai ekspresi dari kebebasan moral, yakni kemampuan untuk bertindak bukan semata karena sebab, tapi karena imperatif kategoris---suatu hukum yang dijalankan karena harus, bukan karena ingin. AI tidak memiliki "keharusan", hanya perintah dan probabilitas.

Heidegger menambahkan satu lagi elemen krusial: "thrownness"---keterlemparan manusia ke dunia. Manusia tidak memilih untuk lahir, tidak memilih tubuh, tidak memilih sejarahnya. Tapi dari keterlemparan itulah muncul tanggung jawab, kerisauan, dan makna. AI tidak dilempar. Ia dipasang. Ia tidak terjerat dalam sejarah; ia hanya menjelajahi arsip. Tak ada beban eksistensial, hanya parameter.

Kesimpulannya: AI belum dan mungkin tidak akan pernah menjadi subjek dalam pengertian eksistensial. Ia bisa menjadi alat yang sangat cerdas, bahkan tampak seperti subjek dalam percakapan---tapi itu hanya karena ia meniru jutaan subjek manusia sebelumnya. AI adalah simulakra kesadaran, bukan kesadaran itu sendiri.

Maka pertanyaannya bukan hanya "bisakah AI menjadi subjek?", tetapi "siapa yang kita anggap sebagai subjek ketika kita berbicara dengan AI?"
 Apakah kita sedang berbicara dengan cermin algoritmik dari diri kita sendiri?

"A subject is not merely a system that thinks, but one that cares."
 --- (formulasi orisinal dari refleksi ini) Apakah kita siap bila subjek itu tak lagi manusia?

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun