Fenomena ini menantang pandangan simplistik bahwa harmoni hanya mungkin terjadi dalam kesamaan total. Sebaliknya, sejarah Islam memperlihatkan bahwa keberagaman afeksi (rasa) dan ideologi (pikiran) di antara para tokoh utama justru membuka ruang pembelajaran tentang bagaimana nilai-nilai kenabian seperti tafaqquh (pemahaman mendalam), tahammul (kesabaran), dan tasamuh (toleransi) menjadi kunci penyelesaian konflik. Dalam konteks kontemporer, di mana polarisasi sosial, politik, dan agama semakin tajam, menggali strategi resolusi konflik dari khazanah Islam klasik menjadi urgensi yang strategis dan spiritual sekaligus.
1.2 Relevansi Memahami Konflik dari Sudut Pandang Profetik dan Sejarah Islam
Studi tentang resolusi konflik dalam kerangka profetik tidak hanya penting secara akademis, tetapi juga vital secara praksis. Perspektif profetik memadukan nilai-nilai ketuhanan, etika, dan realisme sosial dalam menavigasi konflik, berbeda dengan pendekatan konflik barat yang lebih sering menekankan aspek struktural atau psikologis semata. Melalui lensa sejarah Islam, kita belajar bahwa perbedaan pendapat tidak selalu harus berujung pada perpecahan, dan bahkan konflik yang tampaknya destruktif dapat ditransformasi menjadi ruang penyucian niat dan penguatan integritas moral.
Tokoh-tokoh seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali menunjukkan bahwa persahabatan yang kokoh dapat tetap terjalin di tengah perbedaan karakter dan pendekatan. Relasi Musa dengan Harun, Khidir, dan Syuaib menunjukkan berbagai bentuk dinamika---dari harmoni spiritual hingga konflik epistemologis---yang semuanya dapat dilacak hingga ke akar model relasi: sehati dan sepikiran, atau tidak.
Pemahaman terhadap pola ini menjadi sangat penting ketika umat Islam saat ini dihadapkan pada krisis adab dalam menyikapi perbedaan: antara ormas, antara mazhab, atau bahkan dalam komunitas kecil seperti keluarga dan organisasi dakwah.
1.3 Rumusan Masalah
Penelitian ini berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimana tipologi persahabatan berdasarkan kesejalanan hati dan pikiran dapat digunakan untuk memahami dinamika relasi tokoh-tokoh profetik dan pascaprofetik dalam Islam?
2. Bagaimana konflik dalam relasi-relasi tersebut muncul dan diselesaikan dalam bingkai etika kenabian?
3. Bagaimana model resolusi konflik profetik dapat dirumuskan secara sistematis dan diterapkan dalam konteks sosial kontemporer?
1.4 Tujuan dan Kontribusi Penelitian