Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Formulasi Model Resolusi Konflik Profetik Berbasis Dinamika Persahabatan

17 April 2025   09:02 Diperbarui: 17 April 2025   09:02 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fenomena ini menantang pandangan simplistik bahwa harmoni hanya mungkin terjadi dalam kesamaan total. Sebaliknya, sejarah Islam memperlihatkan bahwa keberagaman afeksi (rasa) dan ideologi (pikiran) di antara para tokoh utama justru membuka ruang pembelajaran tentang bagaimana nilai-nilai kenabian seperti tafaqquh (pemahaman mendalam), tahammul (kesabaran), dan tasamuh (toleransi) menjadi kunci penyelesaian konflik. Dalam konteks kontemporer, di mana polarisasi sosial, politik, dan agama semakin tajam, menggali strategi resolusi konflik dari khazanah Islam klasik menjadi urgensi yang strategis dan spiritual sekaligus.

1.2 Relevansi Memahami Konflik dari Sudut Pandang Profetik dan Sejarah Islam

Studi tentang resolusi konflik dalam kerangka profetik tidak hanya penting secara akademis, tetapi juga vital secara praksis. Perspektif profetik memadukan nilai-nilai ketuhanan, etika, dan realisme sosial dalam menavigasi konflik, berbeda dengan pendekatan konflik barat yang lebih sering menekankan aspek struktural atau psikologis semata. Melalui lensa sejarah Islam, kita belajar bahwa perbedaan pendapat tidak selalu harus berujung pada perpecahan, dan bahkan konflik yang tampaknya destruktif dapat ditransformasi menjadi ruang penyucian niat dan penguatan integritas moral.

Tokoh-tokoh seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali menunjukkan bahwa persahabatan yang kokoh dapat tetap terjalin di tengah perbedaan karakter dan pendekatan. Relasi Musa dengan Harun, Khidir, dan Syuaib menunjukkan berbagai bentuk dinamika---dari harmoni spiritual hingga konflik epistemologis---yang semuanya dapat dilacak hingga ke akar model relasi: sehati dan sepikiran, atau tidak.

Pemahaman terhadap pola ini menjadi sangat penting ketika umat Islam saat ini dihadapkan pada krisis adab dalam menyikapi perbedaan: antara ormas, antara mazhab, atau bahkan dalam komunitas kecil seperti keluarga dan organisasi dakwah.

1.3 Rumusan Masalah

Penelitian ini berupaya menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana tipologi persahabatan berdasarkan kesejalanan hati dan pikiran dapat digunakan untuk memahami dinamika relasi tokoh-tokoh profetik dan pascaprofetik dalam Islam?

2. Bagaimana konflik dalam relasi-relasi tersebut muncul dan diselesaikan dalam bingkai etika kenabian?

3. Bagaimana model resolusi konflik profetik dapat dirumuskan secara sistematis dan diterapkan dalam konteks sosial kontemporer?

1.4 Tujuan dan Kontribusi Penelitian

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun