Dalam konteks konflik antar tokoh umat, seperti antara organisasi Islam, partai berbasis agama, atau bahkan tokoh publik yang membawa nama Islam, model RCP-A menawarkan lima tangga penyikapan yang membebaskan pihak-pihak dari dikotomi menang-kalah.
Tafahhum dan tanaasuh mencegah ketergesaan dalam menyesatkan atau mengkafirkan saudara seiman hanya karena perbedaan strategi perjuangan.
Tasamuh dan ta'awun membuka ruang rekonsiliasi tanpa syarat kehormatan pribadi harus dikorbankan, mengingat contoh relasi Ali--Aisyah yang tetap menjaga marwah masing-masing setelah Perang Jamal.
Taqdiriyatul fitnah menjadi fondasi epistemik bahwa beberapa perbedaan tidak untuk dihapus, melainkan untuk dihadapi dengan sabar dan hikmah, sebagai bagian dari dinamika fitrah manusia dan ujian sejarah.
7.2 Relevansi untuk Dinamika Organisasi, Rumah Tangga, dan Komunitas Dakwah
Model ini juga berdaya guna di tingkat mikro:
Dalam organisasi: Banyak konflik antar anggota pengurus yang sesungguhnya hanya masalah "tidak sehati tapi sepikiran" atau "sehati tapi tidak sepikiran". Dengan pendekatan ini, pemetaan konflik menjadi lebih manusiawi, tidak sekadar pelanggaran aturan, melainkan relasi yang bisa dijembatani melalui tafahhum dan tasamuh.
Dalam rumah tangga: Kasus Musa--Harun menunjukkan konflik antara saudara dan partner dalam visi besar tetap bisa diredam dengan komunikasi profetik. Ini bisa diterapkan dalam relasi suami-istri atau antar anggota keluarga yang berbeda pendekatan mendidik, berdakwah, atau mencari nafkah.
Dalam komunitas dakwah: Friksi antar mazhab, antar metode dakwah (tarbiyah, salafi, sufi, dsb.), bisa dijembatani dengan prinsip tanaasuh dan ta'awun sembari menyadari bahwa perbedaan adalah bagian dari taqdiriyatul ummah.
7.3 Rekomendasi Pendidikan Adab Konflik dan Ukhuwah
Sebagai langkah praktis, penelitian ini merekomendasikan: